Indonesia Defisit Gula 3 Juta Ton, Ada Solusinya Lho!

fin.co.id - 10/04/2021, 19:21 WIB

Indonesia Defisit Gula 3 Juta Ton, Ada Solusinya Lho!

 

JAKARTA - Indonesia ternyata mengalami defisit gula sebesar 3 juta ton di 2021. Sebagai solusi, pemerintah pun terpaksa melakukan impor. Namun demikian, ternyata ada pula upaya lain yang bisa dilakukan, untuk mengurangi defisit gula tersebut, yaitu melalui penggunaan gula cair.

"Ide besarnya yaitu mengembangkan gula nasional dengan mengurangi impor, dengan hanya mengalihfungsi dari gula pasir ke gula cair," demikian disampaikan oleh Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (10/4).

Menurut Teten, dengan mengubah gula kristal menjadi cair, kapasitas produksi gula menjadi naik berkali lipat. Jika gula kristal atau gula pasir selama ini hanya memanfaatkan kandungan sukrosa dari perasan tebu, maka gula cair memanfaatkan semua bagian yang sebelumnya dianggap limbah. Gula cair yang diproduksi juga lebih sehat karena kadar gula rendah atau low glychemic index (LGI) dan kandungan antisoksidan tinggi.

[caption id="attachment_521808" align="alignnone" width="300"] Menkop UKM Teten Masduki tengah memperhatikan alat produksi PT GEN di Klaten, untuk membuat gula cair (dok Kemenkop UKM)[/caption]

Adapun proses produksi gula cair tersebut, sudah diujicoba dan dibuat prototipe nya pada PT GEN di Klaten, Jawa Tengah.

Teten mengatakan, proses pembuatan alat-alat serta produksi gula cair, telah dipraktekkan pada PT GEN. Direktur UKM PT GEN, Joko Budi Wiryono sendiri telah mengembangkan prototipe pengolahan gula cair dan mengembangkan sendiri teknologi produksinya, melalui riset yang dilakukan hingga 10 tahun.

Teknologi Gulanas pun kini telah mendapatkan paten dari Kementerian Hukum dan HAM. Dengan pengalamannya mengelola pabrik gula selama puluhan tahun, temuan Joko disebut Teten bisa menjadi solusi untuk kebutuhan gula nasional bahkan dunia.

"Apalagi saat ini Indonesia sedang mengalami defisit gula sekitar 3 juta ton. Rata-rata konsumsi gula nasional sebesar 5,1 juta ton (pertahun), sementara produksi gula nasional hanya 2,1 juta ton, sehingga Indonesia saat ini menjadi negara pengimpor gula terbesar di dunia," ungkap Teten.

Kondisi ini menurut Teten berbanding terbalik ketika tahun 1934 silam. Saat itu, justru Indonesia mengalami surplus gula bahkan Indonesia tercatat sebagai negara eksportir gula terbesar kedua di dunia setelah Kuba. Pada zaman VOC hingga kolonial Belanda pada abad ke-17 hingga ke-18, ada 400-an pabrik gula. Namun, saat ini hanya tersisa 40-an unit dengan kapasitas produksi menengah hingga besar.

“Jadi saya kira dengan keterbatasan lahan tebu sekarang maka teknologi pengolahan gula cair yang dikembangkan oleh Pak Joko ini bisa menjadi salah satu alternatif untuk mencapai kita swasembada gula. Oleh karena itu, ini satu hal yang luar biasa dari usaha kecil menengah yang bisa kita kembangkan kapasitas produksinya,” tuturnya.

Teten mendukung pengembangan kapasitas produksi gula cair oleh PT GEN agar bisa menambah suplai bagi kebutuhan dalam negeri, sekaligus untuk mengurangi impor. Pengembangan kapasitas produksi gula ini dapat didukung dalam bentuk investasi, maupun pembiayaan pemerintah melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR), serta pendampingan yang melibatkan stakeholders terkait.

“Dengan KUR bisa sampai Rp20 miliar. Pun dengan grace period yang cukup panjang, dengan bunga yang sangat kompetitif juga saya kira bisa dibiayai dari perbankan. Nanti mungkin dilakukan adalah pendampingan dari kami dan mungkin kami juga akan mengajak Kementerian BUMN dan Perindustrian untuk bersama-sama mengembangkan prototipe pabrik yang dikembangkan oleh Pak Joko,” pungkasnya.

PT GEN mengembangkan prototipe R&D teknologi proses pengolahan gula cair tebu. Dengan campur tangan berbagai pihak, perusahaan ini berpotensi memproduksi 8,4 juta ton gula. Dengan demikian, Indonesia yang tadinya mengalami defisit 3 juta ton diyakini bisa swasembada, sehingga dengan sendirinya akan mengurangi ketergantungan impor. (git/fin)

Admin
Penulis