JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan kronologi penangkapan pemilik PT Borneo Lumbung Energy & Metal Tbk (BORN) Samin Tan (SMT) pada Senin (5/4). Ia berhasil dicokok usai dalam masa pelarian alias buron sejak April 2020.
Diketahui, Samin Tan merupakan tersangka kasus dugaan suap terkait pengurusan terminasi kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT) di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
"Sejak bulan April 2020, KPK telah menetapkan status DPO (Daftar Pencarian Orang) terhadap tersangka SMT," kata Deputi Penindakan KPK Karyoto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (6/4).
Atas penetapan DPO itu, kata Karyoto, tim penyidik KPK dengan dibantu Polri terus berkoordinasi dan aktif melakukan pencarian terhadap Samin Tan. Pencarian dilakukan dengan melakukan penggeledahan rumah di berbagai lokasi di Jakarta.
Dikatakan, tim penyidik KPK menerima informasi keberadaan Samin Tan dari masyarakat di salah satu kafe di kawasan Jalan MH Tahmrin, Jakarta Pusat, pada Senin (5/4).
Pada hari yang sama, tim bergerak dan memantau keberadaan tersangka danlangsung dilakukan penangkapan terhadap Samin Tan.
"Tersangka kemudian dibawa ke Gedung Merah Putih KPK untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut guna kepentingan penyidikan,"
Diberitakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan pemilik PT Borneo Lumbung Energy & Metal Tbk (BORN) Samin Tan (SMT), Selasa (6/4).
Ia merupakan tersangka kasus dugaan suap terkait pengurusan terminasi kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT) di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Samin Tan ditangkap pada Senin (5/4) usai berada dalam pelarian alias buron selama kurang lebih satu tahun. Ia bakal ditahan di Rutan KPK Gedung Merah Putih, Jakarta, selama 20 hari ke depan sejak 6 April 2021 hingga 25 April 2021.
Ia ditetapkan sebagai tersangka pada 1 Februari 2019 lantaran diduga menyuap mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Golkar Eni Maulani Saragih sebesar Rp5 miliar. Suap diduga diberikan untuk mengurus terminasi PKP2B PT AKT di Kementerian ESDM.
Sebagai Wakil Ketua Komisi VII DPR dan anggota Panja Minerba Komisi VII, Eni menyanggupi permintaan Samin Tan dan berupaya mempengaruhi pihak Kementerian ESDM, termasuk menggunakan forum Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kementerian ESDM.
Ia pun disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Kasus ini merupakan pengembangan dari kasus suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-I. Dalam kasus itu KPK menjerat Eni, pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd Johannes B Kotjo dan mantan Sekretaris Jenderal Golkar Idrus Marham, serta mantan Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sofyan Basir.
Eni diketahui telah divonis bersalah dan dihukum 6 tahun pidana penjara dan denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan, lantaran terbukti menerima uang suap Rp 4,75 miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo terkait proyek PLTU Riau-1. (riz/fin)