News . 26/03/2021, 16:18 WIB

Rupiah Menguat Tipis, Kontradiksi Kebijakan Jadi Penghambat

Penulis : Admin
Editor : Admin

 

JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat tipis pada penutupan perdagangan sore ini, Jumat (26/3). Rupiah menguat 9 poin, ke level Rp14.417 per dolar AS, meski sempat melemah 35 poin siang tadi.

Direkur PT TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim Assuaibi menjelaskan, disisi eksternal, imbal hasil obligasi AS naik karena ada permintaan yang lesu selama lelang catatan Treasury tujuh tahun pada hari Kamis. Beberapa investor menyatakan keprihatinan bahwa akan ada aksi jual pasar obligasi lagi dalam tiga bulan ke depan sehubungan dengan penurunan pasar keuangan baru-baru ini.

Di sisi data, klaim pengangguran mingguan AS turun ke level terendah satu tahun di 684.000, turun dari 781.000 klaim yang diajukan selama minggu sebelumnya dan 730.000 klaim dalam perkiraan yang disiapkan oleh Investing.com. Data lebih lanjut, termasuk pengeluaran pribadi di bulan Februari, akan dirilis hari ini.

"Data lebih lanjut, termasuk pengeluaran pribadi pada bulan Februari, akan dirilis di kemudian hari dan dapat memberikan petunjuk lebih lanjut tentang kekuatan ekonomi AS," ujar Ibrahim dalam hasil risetnya hari ini, Jumat (26/3).

Sementara itu Presiden Joe Biden juga berjanji untuk menggandakan rencana peluncuran vaksinasi AS setelah mencapai target yang ditetapkan sebelumnya yaitu 100 juta suntikan, 42 hari lebih cepat dari jadwal.

Di seberang Atlantik, beberapa negara di Eropa memasuki pembatasan COVID-19 untuk mengekang gelombang kasus ketiga. Jerman, ekonomi terbesar di Eropa, tiba-tiba membatalkan rencananya untuk penutupan Paskah yang ketat pada hari Rabu meskipun mencatat peningkatan terbesar dalam kasus COVID-19 sejak Januari 2021.Internal

Kemudian dari sisi internal, disebut Ibrahim dipengaruhi adanya perbedaan persepsi antara pemangku jabatan dalam melakukan strategi untuk membangkitkan perekonomian di Indonesia.

"Bank Indonesia terus keukeh agar perbankan menurunkan suku bunga kreditnya karena sampai saat ini baru bank pelat merah yang menurunkan suku bunga, sedangkan bank swasta sampai saat ini belum menurunkan suku bunga," tuturnya.

Hal ini, kata dia, bisa menghambat masyarakat dan pengusaha kecil untuk mencari dana segar untuk pengembangan bisnis, apalagi banyak masyarakat atau pengusaha kecil yang melakukan pinjaman dari perbankan swasta dengan bunga kredit yang besar..

Padahal, kata Ibrahim, penurunan suku bunga kredit bertujuan untuk memberi stimulus kredit dunia usaha sehingga bisa membawa ekonomi Indonesia tumbuh di rentang 4,3 persen hingga 5,3 persen pada tahun ini. Bank Indonesia pun sebenarnya sudah meminta berulang kali kepada seluruh bank di Indonesia untuk segera menurunkan suku bunga kredit.

"Dari sudut pandang pemangku jabatan lainnya, terutama OJK bahwa penurunan suku bunga kredit bukan satu-satunya solusi untuk mendorong pertumbuhan kredit. Tren suku bunga menurun yang terjadi di masa pandemi juga belum mampu menjadi stimulus pelaku usaha untuk menggunakan fasilitas kreditnya," sebutnya.

Menurutnya apa yang disampaikan, baik oleh Bank Indonesia maupun OJK sama-sama benar, namun berada dalam koridor yang berbeda.

"Intinya saat ini yang dibutuhkan bagaimana mengembalikan demand masyarakat, terutama efektivitas vaksin akan menjadi game changer bagi percepatan pemulihan ekonomi nasional karena akan memberikan kepercayaan bagi masyarakat untuk melakukan aktivitas normal kembali," tegasnya.

Setelah masyarakat semua sudah di vaksinasi, kata Ibrahim, maka pemerintah akan membuka PPKM Mikro sehingga masyarakat bisa kembali bekerja dan perusahaan bisa kembali mendapat modal segar dari perbankan dan pada akhirnya masyarakat akan berdampingan dengan covid-19.

           
© 2024 Copyrights by FIN.CO.ID. All Rights Reserved.

PT.Portal Indonesia Media

Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210

Telephone: 021-2212-6982

E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com