News . 23/03/2021, 20:40 WIB
JAKARTA - Pemerintah memastikan pelayanan penyakit tuberkulosis (TBC) di tengah pandemi COVID-19 tak berhenti. Bahkan program penanggulangan TBC terus diperkuat.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi mengatakan pemerintah terus memperkuat kesinambungan program penanggulangan penyakit TBC dalam masa pandemi COVID-19.
"Kementerian Kesehatan telah menyampaikan surat edaran nomor PM.01.02/1/966/2020 pada 30 Maret 2020 perihal Protokol tentang Pelayanan Tuberkulosis," katanya dalam rangka memperingati Hari Tuberkulosis Sedunia (HTBS), Selasa (23/3).
Contohnya saat seseorang mengalami gejala TBC seperti batuk, pilek dan demam, maka diimbau untuk berkonsultasi kepada tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan yang tersedia.
Meski secara karakteristik gejala TBC dan COVID-19 memiliki kemiripan, Siti Nadia memastikan tenaga kesehatan akan melakukan penelusuran penyakit secara menyeluruh untuk memastikan penyebabnya.
Pada fase pengobatan intensif, pasien TBC yang mengalami sensitif terhadap obat diberikan obat dengan interval 14-28 hari. Sedangkan fase pengobatan lanjutan diberikan dengan interval setiap 28 hingga 56 hari.
Bagi pasien TBC yang resisten terhadap obat diberikan interval setiap tujuh hari selama fase pengobatan intensif. Untuk fase pengobatan lanjutan diberikan obat dengan interval 14-28 hari.
Meski demikian diakuinya, pandemi COVID-19 telah mengganggu upaya pelacakan kasus TBC. Di awal pandemi muncul kegiatan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) hingga pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) sehingga upaya investigasi kontak dilakukan seiring penerapan protokol kesehatan.
"Padahal seorang penderita TBC positif, bisa menularkan penyakit kepada 10 hingga 15 orang di sekitarnya," katanya.
"Sebagian masyarakat tertunda dalam pengambilan obat karena mereka takut mendatangi faskes saat di awal pandemi, walaupun protokol kesehatan dilakukan di rumah sakit. Ada pemisahan (ruang pelayanan) pasien TBC dengan pasien COVID-19," katanya.
Akibatnya, terjadi keterlambatan diagnosa TBC seiring tertundanya pengiriman sampel sputum (dahak) pasien TBC. Selain itu ada tugas ganda petugas TBC dengan tugas COVID-19.
"Situasi TBC Indonesia pada 2020 diperkirakan masih tinggi, mencapai 845.000 kasus. Di situasi pandemi ini capaian kita hanya 349.549 kasus TBC yang kami temukan," katanya.
Dari angka kasus yang ditemukan pada 2020, sebanyak 41,4 persen menjalani masa perawatan dan 84,4 persen dinyatakan sembuh.
Pada kasus TBC di kelompok usia anak dilaporkan sebanyak 32.251 kasus, 7.699 di antaranya TBC dengan HIV dan 12.844 dinyatakan meninggal dunia.(gw/fin)
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com