Akhir Februari, Indonesia Sudah Lakukan Pembayaran Utang Rp273 Triliun

fin.co.id - 23/03/2021, 13:44 WIB

Akhir Februari, Indonesia Sudah Lakukan Pembayaran Utang Rp273 Triliun

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

 

JAKARTA - Hingga akhir Februari 2021, pemerintah tercatat telah melakukan pembayaran utang senilai Rp273 triliun, yang berasal dari dua pos, yaitu Surat Berharga Negara (SBN), serta pinjaman luar negeri.

Hal itu disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dalam konferensi pers APBN Kita periode Februari, yang dilakukan secara virtual, Selasa (23/3).

"Realisasi pembiayaan utang hingga akhir Februari adalah Rp273 triliun. Naik 135,4 persen dibandingkan Februari 2020 (yoy). Pembiayaan utang terdiri dari dua pos. Pertama adalah penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) yang secara neto adalah Rp 271,4 triliun. Naik 138,4 persen yoy. Kedua adalah pinjaman yang secara neto adalah negatif Rp1,6 triliun. Turun 22,4 persen yoy," jelasnya.

Sri Mulyani memastikan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun ini masih ekspansif karena kebutuhan penanganan pandemi virus corona, baik dari aspek kesehatan maupun sosial ekonomi.

"Hal ini yang membuat defisit anggaran masih cukup dalam," tuturnya.

Sementara itu, hingga akhir Februari 2021, defisit APBN berada di 0,36 perse terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Relatif stabil dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu 0,4 persen PDB.

"Pembiayaan utang hingga saat ini mencapai 91,5 persen dari target kuartal I," ungkapnya.

Sri Mulyani mengungkapkan, Bank Indonesia (BI) juga disebutnya berkontribusi dalam pembiayaan APBN yaitu dengan membeli SBN di pasar primer. Total pembelian SBN oleh BI hingga akhir Februari 2021 adalah Rp 73,88 triliun, terdiri dari Rp45,18 triliun di Surat Utang Negara (SUN) dan Rp28,7 triliun di Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

Sri Mulyani menambahkan, pemerintah saat ini mendapat tantangan baru terkait pembiayaan utang, yaitu adanya kenaikan imbal hasil atau yield. Tantangan itu berupa kenaikan yield obligasi dari pemerintah Amerika Serikat (AS).

"Yield SUN (Surat Utang Negara) rupiah kita juga terpengaruh, mengalami tekanan seiring capital outflow yang menyebabkan kenaikan yield. Kita sekarang sekitar 6,77 persen untuk 10 tahun," pungkasnya. (git/fin).

 

Admin
Penulis