JAKARTA - Tiga hal disebut menjadi akar masalah mengapa persoalan beras dan padi tak kunjung selesai. Hal itu disampaikan oleh Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi), Soetarto Alimoeso kepada Fajar Indonesia Network (FIN), Senin (22/3).
Soetarto menjelaskan, permasalahan pertama yaitu di lapangan. Menurutnya, fluktuasi produksi beras di lapangan menjadi hal mendasar, karena ini yang menjadi landasan dari kebijakan-kebijakan lainnya di tingkat makro.
"Produksi beras kita berfluktuasi, baik antar waktu, atau daerah. Maka dari itu, kita perlu memmbangun sistem logistk pangan yang baik, terutama beras. Ini kunci," ujar Soetarto.
Hal yang kedua, kata dia, berkaitan dengan pelaksanaan di lapangan. Menurutnga, jika dilihat secara makro, kebijakan yang ada memang sudah cukup baik. Namun demikian, implementasi di lapangan seringkali berbeda.
"Di lapangan, implementasinya ini belum ada sinergi. Hilir masih jauh, ini tentu yang perlu dapat perhatian," jelasnya.
Kemudian permasalahan ketiga, kata Soetarto, yaitu produktifitas petani yang masih rendah, dengan berbagai macam alasan, mulai dari lahan para petani yang relatif kecil, hingga faktor musim dan juga kapasitas penggilingan padi.
"Masih ada beberapa kendala di lapangan, termasuk bagaimana kita mensinergikan satu dengan lainnya. Kedua, yang memproduksi beras adalah sebagian besar penggilingan padi kecil. Itu sudah jadi kebijakan pemerintah sejak dulu. Yang dibangun pemerintah adalah enggilangan-penggilingan padi kecil," tuturnya.
Kedepan, lanjut Soetarto, pemerintah harus turun tangan langsung membantu petani, salah satunya untuk memacu kenaikan produktifitas. Kesulitan permodalan untuk penggilingan padi, harus juga dibantu oleh pemerintah.
"Pertanyaanya, seberapa jauh perhatian kita terhadap dua komponen ini? Ternyata, di Banten saja masih sangat tertinggal. Di sana rata-rata penggilingan kecil, tidak ada yabg besar. Yang terjadi food losesnya tinggi, rarendemennya rendah, kemudian juga tidak efisien serta kehilangan hasil di penggilingan juga besar," ungkapnya.
"Ini harus jadi perhatian khusus. Kita tidak minta bantuan gratis, tapi mereka memerlukan uluran tangan untuk mendapatkan kredit murah dan mudah. Agar nyambung dengan sistem logistik pangan yang kita bangun, agar Bulog membeli dengan kualitas yang baik," sambungnya. (git/fin)