News . 15/03/2021, 14:58 WIB
JAKARTA - Bulog mengaku masih memiliki cadangan pangan. Dan jika impor benar-benar teralisasi, Bulog sepertinya akan kesulitan menyalurkan. Terhadap hal ini, DPR mempertanyakan ada apa di balik niatan impor beras.
Di sisi lain, Kementerian Pertanian (Kementan) juga seharusnya bertanggung jawab atas produksi beras lokal. Ketika produksi dalam negeri mencukupi, maka kebijakan impor bisa diminimalisir.
Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Firman Subagyo menyebut, dalam Rapat Dengar Pendapat, Perum Bulog menyatakan bahwa pihaknya tidak akan melakukan impor satu juta ton beras. Dijelaskan bahwa Bulog menyatakan bahwa ketersediaan pangan nasioal masih mencukupi.
Oleh karena itu, seharusnya Bulog langsung melakukan komunikasi dan koordinasi. "Kalau stok sudah cukup, pemerintah juga akan mendengarkan dan tidak usah impor," ujarnya.
Dalam RDP dengan Komisi IV DPR, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso menjelaskan melaporkan, persediaan beras per 14 Maret 2021 di gudang Bulog mencapai 883.585 ton. Dengan rincian 859.877 ton merupakan stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dan 23.708 ton stok beras komersial.
"Kesalahan pada impor beras tahun 2018 dikarenakan rata-rata jenisnya merupakan jenis beras pera yang tidak sesuai dengan selera masyarakat Indonesia. Akibatnya, sulitnya penyaluran beras tersebut. Kita perlu mencampur beras impor tersebut dengan beras produksi dalam negeri agar bisa disalurkan ke masyarakat," kata Buwas.
Pada Maret 2020, lanjut Buwas, beras impor tahun 2018 masih tersisa sekitar 900 ribu ton. Beras tersebut kemudian digunakan untuk penyaluran bantuan sosial dari Kementerian Sosial dan bantuan langsung dari Presiden kepada masyarakat dalam menanggulangi dampak ekonomi akibat pandemi.
Rencananya, kata Buwas, beras sisa impor tahun 2018 tersebut akan diolah menjadi tepung yang akan ditangani oleh Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian. Namun menurutnya, Bulog sudah mendapatkan penugasan impor beras 1 juta ton kendati sisa impor beras tahun 2018 belum diselesaikan.
Namun, jika memang harus impor, Budi Waseso mengatakan pihaknya siap untuk menampung beras hingga 3,6 juta ton sesuai kapasitas gudang Bulog di seluruh Indonesia. Namun, ia meminta agar ada pangsa pasar untuk menyalurkan beras yang diserap.
"Kalau kami membeli sebanyak apapun kami siap, asalkan hilirnya dipakai," katanya.
"Impor pangan itu bukan sesuatu yang haram, diperbolehkan di Undang-Undang Pangan, tapi ada prasayaratnya, kalau kebutuhan dalam negeri tidak mencukupi. Sementara BPS menyatakan bahwa ketersediaan beras cukup, bahkan sektor pertanian satu-satunya yang tumbuh selama pandemi," ujarnya.
Menjadi tidak rasional, kata dia, jika wacana itu justru digulirkan jelang musim panen. Artinya, yang terjadi bukan masalah komunikasi, melainkan abai dari data BPS. Sementara Presiden Jokowi berulang kali mengatakan, data yang digunakan adalah data BPS.
"Impor harus didukung data valid, bukan pertimbangan perburuan rente, dan bukan hanya masalah harga. Memang harga dalam negeri punya disparitas yang tinggi dari harga internasional, ini karena biaya produksi di dalam negeri cukup mahal," katanya.
Mestinya, kata Enny, kalau memang pemerintah mau menyelesaikan problem harga, harus ada efisiensi di pertanian, bukan dengan cara impor.
Ia juga meminta pemerintah jeli melihat stok, karena ketersediaan beras terbesar bukan di Bulog. "Ketersediaan itu harus diukur dengan jumlah stok nasional, produksi nasional, bukan hanya yang dikuasai Bulog saja. Kalau Bulog dengan stok 2,5 juta sampai 3 juta ton itu sudah cukup,” jelasnya
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com