Jakarta - Operasional PT PLN (Persero) disebut menjadi tidak efisien karena masih terlalu banyak menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD). Hal ini yang kemudian membuat perusahaan setrum itu seringkali mengalami kerugian karena harga jual listrik tidak sebanding dengan modal operasional yang dikeluarkan.
Wakil Komite Tetap Industri Hulu dan Petrokimia, Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, Achmad Widjaya mengatakan, kondisi inefisiensi PLN ini kemudian menyebabkan perusahaan itu harus selalu disubsidi oleh pemerintah, agar operasional menjadi lebih baik.
"Harusnya PLN itu perbanyak kontrak gas dan batu bara agar lebih efisien. Karena dengan gas atau batu bara, suplay bisa dilakukan berkesinambungan dengan kontrak. Selama ini padahal ada PGN, mereka (PLN) ada kontrak (pembelian gas), tapi hanya digunakan sebagai cadangan," ujar Achmad kepada Fajar Indonesia Network (FIN), Jumat (12/3).
Baca juga: Pengusaha Mengeluh Stimulus Listrik Dipangkas
Penggunaan PLTD, kata Achmad, tidak hanya merugikan PLN sebagai penyelenggara energi, namun juga bisa merugikan pengguna energi. Ia mencontohkan sebuah perusahaan tekstil nasional, PT Sritex yang produk ekspor-nya sempat di tolak masuk ke Amerika dan Eropa, karena perusahaan itu menggunakan listrik PLN yang pembangkitnya menggunakan PLTD.
"Karena syarat ekspor itu begitu ketat. Ketika diketahui produk ekspor dihasilkan dari mesin produksi yang listriknya masih menggunakan minyak bumi (PLTD), produk mereka dianggap tidak ramah lingkungan," jelasnya.
Baca juga: Transisi Energi Fosil Ke EBT Terus Dikebut Pertamina
Achmad berharap, kedepan pemerintah dan PLN fokus untuk bertransformasi dari penggunaan pembangkit listrik tenaga diesel ke pembangkit yang lebih ramah lingkungan dan efisien. Menurutnya, batu bara dan gas alam cair/LNG bisa menggantikan peran solar karena ketersediaan kedua sumber energi itu di Indonesia masih sangat besar.
"PLN itu dari dulu terkenal senangnya pakai solar, padahal sumber batu bara dan LNG tersedia cukup besar di Indonesia. Operasionalnya juga pasti lebih murah," pungkasnya.
Berdasarkan data Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2017-2026, penggunaan bio fuel (solar) untuk sumber energi pembangkit listrik memang masih dominan. Meski jumlahnya tiap tahun terus menurun, namun hingga 2026 memang PLTD belum bisa dihilangkan dari sumber energi PLN.
Contohnya pada 2021, proyeksi penggunaan bio fuel masih cukup tinggi, yaitu 197 ribu kilo liter. Jumlah itu memang sudah menurun ketimbang 2020 yang sebesar 263 ribu kilo liter. Namun jika dibandingkan dengan pemanfaatan tenaga bio massa/sampah dan PLT kelautan yang potensinya besar di Indonesia, masih kalah dengan penggunaan bio fuel tersebut. (git/fin).