News . 24/02/2021, 09:00 WIB
JAKARTA - Pemerintah diminta lebih masif dalam mensosialisasikan vaksinasi Covid-19 kepada masyarakat. Adanya sejumlah masyarakat yang tidak mau untuk divaksin diangap kurangnya komunikasi pemerintah kepada masyarakat soal pentingnya vaksinasi.
Hal ini, diketahui karena dari hasil riset Indikator Politik. Yang menyebutkan, 41 persen masyarakat menolak vaksin Covid-19. Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay mengingatkan, fakta ini harus jadi parhatian pemerintah, agar lebih masif mensosialisasikan vaksin Covid-19 ke tengah masyarakat.
Menurutnya, hal tersebut merupakan temuan serius yang harus disikapi secara cepat oleh pemerintah. Termasuk bagaimana cara meyakinkan masyarakat tentang pentingnya vaksinasi untuk memutus penyebaran Covid-19.
Hasil survei tersebut juga mengindikasikan bahwa kampanye vaksinasi Covid-19 oleh pemerintah selama ini belum sepenuhnya diterima dan dipahami masyarakat. Padahal, vaksinasi ini sangat penting. Apalagi, anggaran yang telah dikeluarkan pemerintah cukup besar, mencapai Rp134 triliun lebih.
Dalam Perpres Nomor 14 Tahun 2021 tentang Pengadaan Vaksin dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease, ditegaskan bahwa masyarakat yang menolak vaksinasi akan diberi sanksi.
"Saya tidak begitu yakin bahwa sanksi yang disebutkan dalam Perpres Nomor 14 itu akan meningkatkan partisipasi masyarakat. Menurut saya, partisipasi itu akan lebih meningkat jika sosialisasinya dilakukan secara serius di seluruh Indonesia," paparnya.
Ia melanjutkan, jika ada denda yang harus dibayarkan untuk tidak divaksin, dikhawatirkan masyarakat yang menolak justru akan membayarkan denda agar tidak divaksin. Sebab, ada banyak yang memang tidak mau divaksin.
Sebelumnya, adanya pemberian sanksi bagi masyarakat yang menolak untuk divaksin dikritisi DPR. Alasannya, dalam rapat kerja di Komisi IX, disepakati jika pemerintah tidak mengedepankan denda atau pidana.
Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani dalam keterangan persnya mengatakan, jika kebijakan tersebut sebagai inkonstitusi. Pemerintah dianggap melanggar kesimpulan rapat kerja dengan Komisi IX pada 14 Januari 2021 (poin 1 huruf g).
"Sebab Tatib DPR RI menyebutkan hasil rapat baik berupa keputusan atau kesimpulan bersifat mengikat dan wajib dilaksanakan. Bagaimana rakyat mau ikut aturan, jika pemerintah sendiri melanggarnya,” terangnya.
Menurutnya, pendekatan denda dan sanksi atas sesuatu yang bersifat pilihan berpotensi melahirkan bibit otoritarian. ia melanjutkan, jika saat ini masyarakat tengah menikmati demokrasi. Negara harus bisa memperbaiki dengan melakukan pendekatan persuasif. Melalui edukasi dan kominikasi.
Ia mengingatkan, pemerintah agar memperbaiki pola komunikasi publiknya sehingga masyarakat memahami tujuan program, memiliki kesadaran, dan akhirnya bersedia mengikuti secara sukarela.
“Pemerintah seharusnya belajar dari pengalaman, betapa kelemahan komunikasi publik hanya menimbulkan kebingungan, kepanikan, bahkan civil disobedience, pembangkangan sosial,” tandasnya. (khf/fin)
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com