News . 18/02/2021, 11:35 WIB
JAKARTA - Meski sektor pertanian menjadi penyelamat ekonomi nasional di masa pandemi Covid-19, namun dari sisi kesejahteraan para petani masih memprihatinkan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sektor pertanian mengalami pertumbuhan sepanjang tahun 2020. Dari tujuh sektor yang mengalami pertumbuhan, sektor pertanian yang terbesar dengan tingkat pertumbuhan 1,75 persen.
Secara umum, struktur Produk Domestik Bruto (PDB) 2020 tidak berubah, di mana lima sektornya berasal dari industri, perdagangan, konstruksi, dan pertambangan dengan catatan kontribusi dari pertanian cukup besar yakni 13,7 persen.
"Kalau sektor pertanian negatif, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mengalami kontraksi sangat dalam, karena besarnya kontribusi sektor pertanian terhadap ekonomi," kata Kepala BPS, Suhariyanto dalam video daring, kemarin (17/2).
Hanya saja, lanjut dia, kontribusi besar sektor pertanian tidak serta merta dapat meningkatkan kesejahteraan petani di Tanah Air.
"Sayangnya di 2020 nilai tukar produk pertanian masih rendah. Upah buruh riil sektor pertanian rendah, hingga masalah kemiskinan. Kebijakan ke depan jangan hanya konsentrasi ke output atau produksi, tapi juga mampu mengangkat kesejahteraan para pelakunya yaitu para petani," ucapnya.
Charles juga enyoroti soal alokasi anggaran untuk pupuk bersubsidi tahun ini yang menurutnya terendah sejak 2015, padahal kebutuhan anggaran masih sangat besar sehingga ada gap (jarak) antara kebutuhan dan ketersediaan.
Berdasarkan sistem Elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (E-RDKK) kebutuhan pupuk 2021 sebesar 23,2 juta ton atau senilai dengan Rp67,182 triliun. Sementara pagu anggara pupuk bersubsidi hanya Rp25, 76 triliun, sehingga ada selisih sebesar Rp41,9 triliun.
“Ini merupakan perbedaan angka yang sangat besar, kami sangat mendorong agar ada penambaan anggaran untuk pupuk bersubsidi, “ ujar Charles.
Sementara itu, Pengamat Pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa meminta kepada pemerintah untuk meninjau Harga Pokok Produksi (HPP) beberapa produk pertanian, yang menurutnya sudah sejak lama belum ada penyesuaian. Ia mencontohkan HPP padi yang sejak 2015 belum ada penyesuaian, sehingga hal itu berpengaruh kepada kesejahteraan petani.
"Di saat-saat seperti ini, ketika pertanian menjadi andalan perekonomian Indonesia, perhatikan petani. Karena harga gabah berturut-turut turun terus. Padahal normalnya mulai Oktober (2020) harga gabah naik terus. Ini akan membuat harga jatuh, kasihan petani lah," ujar Andreas kepada FIN, kemarin.
Andreas juga meminta pemerintah bisa berlaku adil dengan tidak hanya fokus pada produktivitas saja, melainkan juga memperhatikan kesejahteraan petani.
"HPP harus segera dinaikkan, karena Gabah Kering Panen (GKP) Rp4.200 per kg itu tidak masuk akal," pungkasnya. (git/din/fin)
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com