News . 18/02/2021, 11:00 WIB

Kontroversi Sanksi Vaksinasi

Penulis : Admin
Editor : Admin

JAKARTA - Adanya pemberian sanksi bagi masyarakat yang menolak untuk divaksin dikritisi DPR. Alasannya, dalam rapat kerja di Komisi IX, disepakati jika pemerintah tidak mengedepankan denda atau pidana.

Perpres Nomor 14 Tahun 2021 tentang perubahan atas Perpres Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi menjadi dasar hukum pemberian sanksi bagi masyarakat yang menolak divaksin.

Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani dalam keterangan persnya mengatakan, jika kebijakan tersebut sebagai inkonstitusi. Pemerintah dianggap melanggar kesimpulan rapat kerja dengan Komisi IX pada 14 Januari 2021 (poin 1 huruf g).

BACA JUGA:  Menkes Sebut Kasus Covid-19 pada Tenaga Kesehatan Cenderung Menurun Usai Vaksinasi

Yang menyepakati bahwa pemerintah tidak mengedepankan denda atau pidana. ia menilai sikap ini menunjukkan ketiadaan itikad baik pemerintah.

"Sebab Tatib DPR RI menyebutkan hasil rapat baik berupa keputusan atau kesimpulan bersifat mengikat dan wajib dilaksanakan. Bagaimana rakyat mau ikut aturan, jika pemerintah sendiri melanggarnya,” terangnya, Rabu (17/2).

Menurutnya, pendekatan denda dan sanksi atas sesuatu yang bersifat pilihan berpotensi melahirkan bibit otoritarian. ia melanjutkan, jika saat ini masyarakat tengah menikmati demokrasi. Negara harus bisa memperbaiki dengan melakukan pendekatan persuasif. Melalui edukasi dan kominikasi.

BACA JUGA:  KPK Singgung Pasal Hukuman Mati ke Edhy Prabowo dan Juliari Batubara

“Denda atau sanksi atas sesuatu yang ada ruang pilihan, dapat membuat rakyat berpikir pemerintah menggunakan tangan besi. Jangan sampai karena tidak sependapat dengan pemerintah, negara mencabut hak fundamental rakyat akan jaminan sosial dan layanan administratif,” tutur Netty.

Ia mengingatkan, pemerintah agar memperbaiki pola komunikasi publiknya sehingga masyarakat memahami tujuan program, memiliki kesadaran, dan akhirnya bersedia mengikuti secara sukarela.

“Pemerintah seharusnya belajar dari pengalaman, betapa kelemahan komunikasi publik hanya menimbulkan kebingungan, kepanikan, bahkan civil disobedience, pembangkangan sosial,” lanjutnya.

BACA JUGA:  Gus Nadir: Ustad Maaher Meninggal Banyak yang Mendoakan, Kang Jalal Banyak yang Mencaci

Selain itu, kata Netty, pemberian denda dan sanksi akan membuat masyarakat makin tertekan dan terbebani di tengah dampak sosial ekonomi pandemi yang menambah jumlah penduduk miskin Indonesia.

Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah menjelaskan, jika sanksi yang dimaksud adalah langkah terakhir. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menjelaskan, jika program vaksinasi bertujuan untuk melindungi dan mengeluarkan masyarakat dari kondisi pandemi Covid-19.

"Jadi Itu adalah upaya terkahir. Bukan hanya untuk kepentingan pribadi ataupun individu. Tetapi untuk kepentingan bersama dan masyarakat secara luas," terangnya.

BACA JUGA:  BPOM: Vaksin Covid-19 Buatan Bio Farma Siap Digunakan untuk Imunisasi

ia melanjutkan, pemerintah gdalam pelaksanaannya juga akan lebih persuasif kepada masyarakat. Termasuk melibatkan tokoh masyarakat dan tokoh agama. hal ini diharapkan bisa memberikan edukasi kepada masyarakat agar dengan sukarela divaksin nantinya.

menurutnya, sanksi administratif tersebut adalah jalan terakhir yang diharapkan tidak perlu dilaksanakan. Masyarakat sangat diharapkan bisa memahami hak dan kewajibannya terkait vaksinasi Covid-19.

Hanya saja, jika masyarakat tidak memahami pentingnya vaksinasi Covid-19, pemerintah juga harus bertindak tegas agar masyarakat secara luas tidak dirugikan. (khf/fin)

           
© 2024 Copyrights by FIN.CO.ID. All Rights Reserved.

PT.Portal Indonesia Media

Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210

Telephone: 021-2212-6982

E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com