JAKARTA - Presiden Jokowi menyoroti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Banyaknya masyarakat yang menjadikan aturan ini sebagai dasar untuk saling lapor ke polisi dianggap mengkhawatirkan. Pasal-pasal yang multi tafsir harus secara hati-hati diiterjemahkan.
Lewat keterangan reseminya, Jokowi mengatakan, UU ITE memiliki semangat awal untuk menjaga agar ruang digital Indonesia berada dalam kondisi bersih, sehat, beretika, dan produktif. Namun, implementasi terhadap undang-undang tersebut jangan sampai menimbulkan rasa ketidakadilan.
BACA JUGA: Dewi Tanjung Semprot Yahya Waloni: Gak Laku Jadi Pendeta, Berubah Haluan Jadi Ustad
Mantan Wali Kota Solo ini meminta Kapolri untuk meningkatkan pengawasan agar implementasi terhadap penegakan UU ITE tersebut dapat berjalan secara konsisten, akuntabel, dan menjamin rasa keadilan di masyarakat.BACA JUGA: BPOM: Vaksin Covid-19 Buatan Bio Farma Siap Digunakan untuk Imunisasi
"Negara kita adalah negara hukum yang harus menjalankan hukum yang seadil-adilnya, melindungi kepentingan yang lebih luas, dan sekaligus menjamin rasa keadilan masyarakat," ujarnya.Jokowi menuturkan, bahwa belakangan ini banyak masyarakat yang saling membuat laporan dengan menjadikan UU ITE sebagai salah satu rujukan hukumnya. Hal ini sering kali menjadikan proses hukum dianggap kurang memenuhi rasa keadilan.
BACA JUGA: Mahfud MD: Pemerintah Engga Bisa Halangi Orang Lapor Para Pengkritik
Kapolri beserta seluruh jajarannya diminta untuk lebih selektif dalam menyikapi dan menerima pelaporan yang menjadikan undang-undang tersebut sebagai rujukan hukumnya.BACA JUGA: Kapolri Minta Jajarannya Percepat Penanganan Perkara Penembakan 6 Laskar FPI
"Pasal-pasal yang bisa menimbulkan multitafsir harus diterjemahkan secara hati-hati. Buat pedoman interpretasi resmi terhadap pasal-pasal Undang-Undang ITE biar jelas," kata Jokowi.Namun, apabila keberadaan undang-undang tersebut dirasakan belum dapat memberikan rasa keadilan, Presiden bahkan menegaskan akan meminta kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk bersama merevisi Undang-Undang ITE sehingga dapat menjamin rasa keadilan di masyarakat.
BACA JUGA: Angin Segar dari Menteri BUMN Himbara Diminta Kembali ke Khitah, Siapa Diuntungkan?
"Kalau Undang-Undang ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan, ya saya akan minta kepada DPR untuk bersama-sama merevisi Undang-Undang ITE ini karena di sinilah hulunya. Terutama menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda yang mudah diinterpretasikan secara sepihak," ucapnya.BACA JUGA: Usai Dilantik Jokowi, KPK Ingatkan Gubernur Kaltara Tepati Janji Kampanye
Sementera itu, DPR sangat terbuka dengan gagasan Presiden Joko Widodo yang meminta UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) untuk direvisi."Ini saatnya mengubah UU ITE yang sudah berusia 13 tahun disesuaikan dengan perkembangan zaman," ujar Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Muhammad Farhan dalam keterangan tertulis, Selasa (16/2).
Menurut Legislator NasDem itu, UU ITE seharusnya menjadi pagar dan autokritik bagi seluruh masyarakat. "Sehingga kita semua dapat memanfaatkan media digital sebagai media kebebasan berekspresi," paparnya.
BACA JUGA: Jokowi Ingin Dikritik, Tapi Masyarakat Disuruh Pelajari UU ITE, Febri Diansyah: Yang Logislah
Mantan penyiar radio itu berharap agar masyarakat bisa menyampaikan kritik atau pendapat khususnya melalui media digital dengan bahasa yang halus."Penggunaan kata dan istilah yang merendahkan dan melecehkan bukanlah bagian dari kebebasan berekspresi," tegasnya.
BACA JUGA: Pendaftaran SNMPTN 2021 Resmi Dibuka, Begini Cara Daftarnya
Farhan juga mengatakan media digital sudah berkembang secara teknologi dengan sangat pesat, tetapi pengaruh sosialnya jauh lebih pesat, dampaknya jauh lebih luas dari yang diduga sebelumnya."Saatnya sekarang kita kembali menjunjung nilai kebaikan yang luhur dan memikirkan kembali pilihan kata dan karya yang pantas untuk ditampilkan di media digital," pungkasnya. (khf/fin)