Petani Tak Boleh Dipaksa Tanam Kedelai

fin.co.id - 06/02/2021, 10:00 WIB

Petani Tak Boleh Dipaksa Tanam Kedelai

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) disebut memaksa para petani untuk menanam kedelai. Padahal, petani enggan menanam kedelai lantaran kurang produktif dibandingkan dengan tanaman lainnya seperti padi dan jagung.

Pakar Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Hermanto Siregar mengatakan, keengganan petani menanam kedelai karena dalam satu hektare (ha) lahan pertanian, hasil rata-rata produksi hanya berkisar 1 ton. Jumlah itu berbeda jauh dengan komoditas lainnnya, seperti jagung dan padi.

Pernyataan Hermanto tersebut merujuk pada pernyataan Kementan saat mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi IX DPR beberapa waktu lalu yang menyebut bahwa Kementan telah mempersiapkan program untuk membuka lahan pertanian kedelai seluas 325 ribu hadi seluruh Indonesia, guna mengatasi defisit kebutuhan kedelai di dalam negeri.

BACA JUGA:  Anies Masuk Kategori Pahlawan Transportasi Dunia, Ferdinand Enggak Terima: Itu Karya Jokowi dan Ahok

"Kalau saya petani, saya nanam tanaman yang bagi saya menguntungkan. Misalnya saya membandingkan tanaman padi dengan kedelai, pasti lebih menguntungkan padi. Kalau tanah saya bisa ditanami jagung sama kedelai, masih lebih menguntungkan jagung, jadi petani enggak bisa dipaksa tanam kedelai," ujar Hermanto.

Oleh karen itu, kata Hermanto Kementan juga tidak bisa memaksa perusahaan BUMN seperti PTPN untuk menanam kedelai, sebab dari sisi produktivitas memang kurang baik. Hal ini berbeda dengan proyek pembangunan jalan tol, di mana pemerintah bisa memaksa BUMN seperti Hutama Karya untuk membangun tol Trans Sumatera meski tak menguntungkan.

BACA JUGA:  Sebut Henry Subiakto Serang Pendidikan Orang, Dedek Uki: Janganlah Gitu Kali, Bukan Itu Guna Bersekolah

"PTPNnya mau enggak (menanam kedelai)? Misal dia tanam teh di PTPN VIII, terus suruh tanam kedelai, gimana dia nanamnya? Kedua, kedelai perlu intensif perawatannya, tidak seperti karet, kopi bisa ditinggal, kalau enggak dia kena hama kena penyakit gitu. Jadi satu produktivitasnya relatif rendah sehingga akhirnya pendapatan petani itu rendah. Kemudian nomor dua dia nanamnya perlu perawatan intensif," tuturnya.

Hermanto menyarankan, solusi terbaik adalah melalui pengembangan varietas baru benih kedelai dengan kualitas super. Di samping itu, perlu dukungan insentif bagi para petani agar mereka mau menanam kedelai.

"Jadi kalau Kementan menargetkan 325 ribu hektare harus jelas itu di mana, siapa yang nanam dan bagaimana mekanismenya. Maksudnya si petaninya apa yang dikasih sehingga dia mau nanam itu. Sebab hampir setiap tahun Kementan punya target, tapi realisasinya rendah," ucapnya.

BACA JUGA: Denny Siregar ke AHY: Jokowi Sibuk Mas, Gak Sempat Urus Anak Kecil Main Partai-partaian

Secara terpisah, Direktur Asosiasi Kedelai Indonesia (Akindo) Hidayat membenarkan pernyataan Hermanto tersebut. Menurutnya, angka produksi kedelai nasional yang jumlahnya terbatas hanya sekitar 400 ribu ton per tahun, tentu sangat jauh dari total kebutuhan kedelai nasional yang rata-rata jumlahnya 3 juta ton per tahun.

"Impor kita utamanya dari Amerika Serikat (AS), kemudian dari Kanada. Besaran impor kita enggak ada proyeksi, tapi sekitar 2,6 juta ton kalau kita impor," ujar Hidayat kepada Fajar Indonesia Network (FIN), kemarin.

Mengenai proyeksi kebutuhan impor tahun ini, Hidayat mengatakan belum memiliki data kebutuhan domestik tahun 2021. Hanya saja jika dilihat dari anggaran Kementan yang juga mengalami pemangkasan untuk penanganan Covid-19, diperkirakan produksi kedelai nasional tahun ini akan menurun dan dibutuhkan importasi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

BACA JUGA:  Ferdinand Sentil Kader Demokrat: Saya Tidak Cari Pekerjaan di Partai, Beda Sama Kalian

"Data produksi kedelai dalam negeri, baik Badan Pusat Statistik (BPS) maupun Kementan masih sulit (belum dirilis). Tapi kalau di APBN, target di 2021 kalau enggak salah 421 ribu ton. Anda bisa bayangkan, berarti di 2021 kan bisa lebih kurang, apalagi anggaran diturunin," tuturnya.

Terkait kegiatan impor kedelai, Hidayat menyebut tidak ada kendala meskipun situasi pandemi covid-19. Namun demikian, situasi tersebut memang berpengaruh terhadap harga komoditas kedelai di pasar internasional.

BACA JUGA:  Indosat Ooredoo dan Snap Berkolaborasi untuk Mempercepat Penggunaan Augmented Reality di Indonesia

"Jadi sudah benar seperti apa yang dilakukan Kemendag dengan mengumumkan ke publik tentang adanya gejolak harga kedelai di Internasional, sehingga publik jadi tahu jika harga kedelai impor naik, termasuk juga bisa mempersiapkan antisipasinya," pungkas Hidayat.

Sebagaimana diketahui, mahalnya harga kedelai membuat ribuan pengrajin tahu tempe DKI Jakarta menggelar aksi mogok produksi selama tiga hari, terhitung 1 - 3 Januari 2021. Ketika itu harga kedelai meningkat dari Rp7.200 menjadi Rp9.200 per kilogram. (git/din/fin)

Admin
Penulis