News . 05/02/2021, 09:00 WIB
JAKARTA - Limbah medis COVID-19 tidak terkelola dengan baik. Dampaknya dapat memunculkan masalah baru. Terlebih belakangan ini kasus terkonfirmasi COVID-19 bertambah banyak.
Anggota Ombudsman Alvin Lie menegaskan kesadaran terkait pengelolaan limbah medis COVID-19 masih belum merata di setiap daerah. Bahkan masih ada daerah yang tak memiliki aturan pengelolaan limbah medis.
"Kesadaran tentang pengelolaan limbah medis ini belum merata di Indonesia. Kalaupun pemerintah daerah sudah mengetahui, pengawasannya yang masih lemah, itulah yang terjadi," katanya dalam konferensi pers virtual, Kamis (4/2).
"Ombudsman juga menemukan masih ada daerah yang tidak memiliki fasilitas pengangkut, sehingga limbah medis yang masuk kategori bahan berbahaya dan beracun (B3) berhenti sampai tahap penyimpanan," ungkapnya.
Dikatakannya, selain itu, pengawasan yang dilakukan pemerintah masih kurang ketat. Lalu pemerintah daerah juga tidak memiliki data faktual terkait timbunan limbah medis, jumlah yang telah dihasilkan, diangkut, dan yang sudah diolah.
Diungkapkannya, kendala utama pengelolaan limbah medis adalah biaya. Akibatnya, jalan pintas diambil sebagai solusi, yaitu membuang limbah sembarangan.
"Tadi kami juga bahas dengan kementerian-kementerian terkait, kita perlu segera merespons kondisi ini agar tidak berkembang lebih banyak lagi pelanggaran-pelanggaran yang dapat membahayakan kita di masa depan," ujarnya.
"Mengingat bahwa dalam kondisi pandemi penting bagi kita untuk lebih cermat mengelola limbah medis, terutama juga saat ini ketika kita sedang melakukan vaksinasi, proses vaksinasi ini juga menimbulkan limbah medis," katanya.
Karenanya, Alvin Lie mendarong agar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengevaluasi penggunaan sistem manifes elektronik dan pengolahan limbah medis yang dilakukan di pabrik semen.
Ombudsman juga meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) agar membuat peraturan menteri yang mengatur standar operasi prosedur (SOP) di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan dan tidak hanya rumah sakit. Kemenkes juga didorong melakukan bimbingan dan pembinaan kepada fasilitas kesehatan terkait pengelolaan limbah medis.
Sedangkan untuk Kementerian Dalam Negeri, Ombudsman menyarankan agar berkoordinasi dengan pemerintah daerah terkait peraturan daerah tentang pengelolaan limbah medis B3 dan mengupayakan pengadaan fasilitas pengolahan bagi daerah yang belum memilikinya.
"Timbunan limbah COVID-19 sebesar 1,88 kilogram per pasien per hari," katanya.
Berdasarkan data hingga 31 Januari 2021, pasien COVID-19 yang menjalani perawatan tercatat sebanyak 175 ribu pasien. Jika yang menjalani perawatan di rumah sakit sebesar 42 persen, maka timbunan limbah yang dihasilkan mencapai 138 ton per hari.
"Jika satu pasien 1,88 kilogram per hari, maka jumlah timbunan dari limbah COVID-19 ini 138 ton per hari," ungkapnya.
Sehingga jika dikaitkan dengan data limbah medis COVID-19 tidak diimbangi dengan pengelolaan, maka potensi limbah medis yang dihasilkan mencapai 200 ton per hari.
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com