Abu Janda Akui Cuitannya Menghina

fin.co.id - 05/02/2021, 12:00 WIB

Abu Janda Akui Cuitannya Menghina

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Pegiat media sosial Permadi Arya alias Abu Janda kembali diperiksa Bareskrim Polri. Dia diperiksa terkait laporan Ketua Bidang Hukum Dewan Pimpinan Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPP KNPI) Medya Rischa Lubis.

Abu Janda memenuhi panggilan pemeriksaan Bareskrim Polri, Kamis (4/2) pagi. Dia diperiksa sebagai saksi terlapor dalam penyelidikan kasus dugaan rasis terhadap mantan anggota Komnas HAM Natalius Pigai.

"Ya, saya baru selesai pemeriksaan sekitar 4 jam hingga 5 jam, 20 pertanyaan," ujarnya usai diperiksa di Bareskrim Polri, Kamis (4/2).

BACA JUGA:  Dinilai Sindir Susi Pudjiastuti, Gus Umar ‘Semprot’ Prof Henry: Gelar Tinggi Tapi Kelasnya Seperti Buzzer

Permadi diperiksa terkait laporan polisi dengan nomor LP/B/0052/I/2021/Bareskrim tertanggal 28 Januari 2021. Laporan tersebut dibuat oleh Ketua Bidang Hukum DPP KNPI Medya Rischa Lubis.

Laporan tersebut menuding Abu Janda melakukan pencemaran nama baik melalui media elektronik sebagaimana Pasal 45 ayat (3) juncto Pasal 27 ayat (3) dan/atau Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) dan/atau Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Kebencian atau Permusuhan Individu dan/atau Antargolongan (SARA) Pasal 310 KUHP dan/atau Pasal 311 KUHP.

Terkait pelaporan itu, Abu Janda mengaku tidak memahami alasan dirinya dilaporkan. Padahal seharusnya yang melaporkan adalah Natalius Pigai.

BACA JUGA:  KPK Dalami Sumber Dana Sewa Apartemen 2 Pebulu Tangkis Wanita oleh Edhy Prabowo

"Saya juga tidak mengerti ini urusan saya sama Bang Pigai, tapi kok yang melaporkan bukan Bang Pigai," katanya.

Dalam kesempatan itu, dia juga mengatakan menjelaskan cuitannya soal evolusi yang ditujukan kepada eks Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai secara langsung.

"Memang saya belum ada komunikasi (dengan Pigai). Saya justru itu, mungkin juga ingin. Karena ini urusan saya sama Bang Pigai, kok jadi orang lain yang laporin," katanya.

"Tapi itu gimana bang Pigai berkenan," tambahnya.

Dikatakannya, dalam pemeriksaan itu, dirinya telah menjelaskan makna dari penyebutan kata evolusi dalam cuitannya kepada pihak penyidik kepolisian. Dia menyebut, pernyataan tersebut tidak ditangkap secara utuh oleh pelapor.

BACA JUGA:  Sepakat Damai, Koperasi BTI Diberi Waktu 6 Bulan Mengembalikan Pinjaman ke LPDB-KUMKM

Dia juga menilai laporan itu terkesan politis lantaran dibuat oleh pihak yang tidak berkepentingan dalam kasus itu.

"Jadi ketika saya pakai kata evolusi, sebelum kata evolusi ada kata kapasitas. Jadi saya dalam konteks menanyakan Natalius Pigai 'Sudah selesai belum kapasitas berpikir kau?'," ucapnya.

Ditegaskannya, konteks penyebutan kata evolusi dalam cuitannya itu merujuk pada cara berpikir Pigai yang dinilainya belum berkembang. Karenanya, dia menilai jika tuduhan yang dilayangkan merupakan bentuk penghinaan dari cara berpikir Pigai. Hanya saja, seharusnya perkara tersebut diselesaikan secara langsung dengan Pigai.

BACA JUGA:  Tengku Zul: Jilbab untuk Mendidik Sisiwi jadi Insan Bertaqwa, Kenapa Dilarang?

"Ada indikasi pelanggaran saya menghina Pigai, setuju. Tapi itu delik aduan Pigai ke saya. Jangan dilebarin ke mana-mana," ucapnya.

Sementara ahli bahasa Indonesia dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Krisnajaya, menyebut diksi evolusi dalam tweet Abu Janda kepada Natalius Pigai, mengarah kepada evolusi manusia.

"Adapun unsur makna evolusi manusia itu sebagai pengetahuan umum adalah proses perubahan secara perlahan-lahan dari hewan (yaitu kera atau monyet) menjadi manusia. Penggunaan kata evolusi tersebut memiliki perikutan makna evolusi manusia," katanya.

Namun, dia menyebut, apakah tulisan pada media sosial bersesuaian maknanya dengan apa yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Misalnya, makna menimbulkan ujaran kebencian.

BACA JUGA:  KNKT Bantah Sriwijaya Air SJ 182 Alami Full Stall Saat Jatuh di Kepulauan Seribu

"Maka diperlukan fakta kebahasaan yang memadai (berupa perkataan maupun tulisan) bahwa benar sudah timbul suatu akibat berupa kebencian (perasaan sangat tidak suka) dari tulisan tersebut," ucapnya.

Meski demikian, dia mengatakan apa yang menjadi dasar bagi kebencian dalam tulisan di media sosial tersebut, harus dipastikan terlebih dahulu. Sebab pengaturan pasalnya membatasi hanya pada suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Admin
Penulis