JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong pendataan penerima vaksin Covid-19 dilakukan secara akuntabel.
"Pendataan menjadi aspek krusial saat proses vaksinasi dimulai," kata Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati dalam keterangannya, Kamis (4/2).
Ipi mengungkapkan, berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), hingga saat ini sebanyak 42 persen dari total 1,5 juta tenaga kesehatan (nakes) yang menjadi target vaksinasi tahap pertama telah menerima vaksin Covid-19.
Ia mengatakan, data tersebut menunjukan terdapat kemajuan dalam jumlah nakes yang telah divaksinasi tahap pertama sebanyak 25 persen pada akhir pekan lalu.
Dirinya mengatakan, salah satu kendala menyangkut rendahnya cakupan vaksinasi Covid-19 sejak pertama kali dicanangkan adalah terkait pendataan.
Data nakes yang dimiliki Kementerian Kesehatan, kata dia, saat ini bersumber dari Sistem Informasi Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK) yang dimiliki Kemenkes, Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI), dan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) yang belum terhubung dengan data Ditjen Dukcapil Kemendagri.
Oleh karena itu, kata Ipi, KPK mendorong Kemenkes menggunakan data milik Dukcapil dan dikombinasikan dengan BPJS Kesehatan sebagai basis proses pendataan penerima vaksin Covid-19.
"Data Dukcapil sudah relatif rapi dan padu padan dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK)," kata dia.
Dia menyatakan, Ditjen Dukcapil telah mengelola sedikitnya 271,3 juta data penduduk Indonesia per 31 Desember 2020.
Berdasarkan informasi yang diterima KPK, kini tersisa sebanyak 8 persen NIK yang memiliki perbedaan antara data alamat di KTP dengan domisili aktual.
"Masukan ini telah kami sampaikan dalam diskusi daring dengan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Ditjen Dukcapil Kemendagri, Kemenkes, dan BPJS Kesehatan, Kamis, 4 Februari 2021. Ini dimaksudkan agar proses pendataan lebih cepat, terintegrasi, dan valid karena data berasal dari satu sumber," katanya. (riz/fin)