News . 03/02/2021, 17:33 WIB

Kasus Suap Bansos, MAKI Minta KPK Dalami Istilah Bina Lingkungan

Penulis : Admin
Editor : Admin

JAKARTA - Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengungkap dugaan adanya istilah 'Bina Lingkungan' dalam penunjukan perusahaan penyalur bantuan sosial (bansos) Covid-19 pada Kementerian Sosial (Kemensos).

Boyamin menduga, penunjukan dilakukan tanpa berdasar pada kemampuan, pengalaman, dan kompetensi perusahaan. Sehingga diduga terdapat penurunan kualitas dan harga atau mark down sembako yang merugikan masyarakat serta negara.

"Dengan demikian penunjukan perusahaan diduga tidak berdasar kemampuan, pengalaman dan kompetensi sehingga dalam menyalurkan sembako menimbulkan dugaan mark down sehingga merugikan masyarakat dan negara," kata Boyamin dalam keterangan tertulis, Rabu (3/2).

Boyamin mengungkapkan, perusahaan tersebut antara lain PT SPM dengan pelaksana AHH berjumlah 25 ribu paket, PT ARW dengan pelaksana FH berjumlah 40 ribu paket, PT TIRA dengan pelaksana UAH berjumlah 35 ribu paket, dan PT TJB dengan pelaksana KF berjumlah 25 ribu paket.

"Bahwa perusahaan yang mendapat fasilitas Bina Lingkungan selain 4 di atas, diduga masih terdapat sekitar 8 perusahaan lain. Artinya sekitar 12 perusahaan," kata dia.

Dirinya menyatakan, perusahan tersebut diduga mendapat fasilitas 'Bina Lingkungan' berdasarkan rekomendasi pejabat eselon I Kemensos berinisial PN dan Anggota DPR dengan inisial ACH. Oknum anggota DPR itu, kata dia, bukan berasal dari Fraksi PDIP.

"Untuk istilah Bina Lingkungan ini terdapat dugaan rekomendasi berasal dari oknum DPR di luar PDIP, artinya diduga oknum DPR yang memberikan rekomendasi berasal dari beberapa parpol dan bukan hanya satu parpol," imbuhnya.

Boyamin pun menegaskan bakal menyampaikan temuan tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Dan mengawalnya termasuk mencadangkan upaya praperadilan jika tidak didalami oleh KPK," tandasnya.

Dalam perkara ini, KPK menduga mantan Mensos Juliari Peter Batubara menerima suap senilai Rp17 miliar dari fee pengadaan bantuan sosial sembako untuk masyarakat terdampak Covid-19 di Jabodetabek.

Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama diduga terima fee Rp12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Kasubdit Penanganan Korban Bencana Sosial Politik sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bansos Matheus Joko Santoso kepada Juliari melalui Kabiro Umum Kemensos Adi Wahyono dengan nilai sekitar Rp8,2 miliar.

Pemberian uang tersebut selanjutnya dikelola oleh Eko dan orang kepercayaan Juliari bernama Shelvy N. untuk membayar berbagai keperluan pribadi Juliari.

Pada periode kedua pelaksanaan paket bansos sembako, terkumpul uang fee mulai Oktober sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp8,8 miliar yang juga diduga untuk keperluan Juliari.

Untuk fee tiap paket bansos disepakati oleh Matheus dan Adi sebesar Rp10 ribu per paket sembako dari nilai Rp300 ribu per paket bansos.

KPK pun menetapkan lima orang tersangka, yaitu sebagai tersangka penerima suap Juliari Peter Batubara, Matheus Joko Santoso, dan Adi Wahyono, sedangkan tersangka pemberi suap adalah dua orang pihak swasta, yaitu Ardian I.M. dan Harry Sidabuke. (riz/fin)

           
© 2024 Copyrights by FIN.CO.ID. All Rights Reserved.

PT.Portal Indonesia Media

Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210

Telephone: 021-2212-6982

E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com