JAKARTA - Masalah kelangkaan pupuk akan menjadi PR berat bagi pemerintah pada tahun ini. Sebab persoalan mendasar adalah penerima pupuk bersubsidi belum secara menyeluruh, karena tidak semuanya petani bergabung dalam kelompok tani yang harus mengunggah e-RDKK untuk emndapatkan pupuk bersubsidi di Kementerian Pertanian (Kementan).
"Hal tersebut mesti diwapadai. Karena database petani dalam kelompok ini yang harus mengunggah e-RDKK ke sistem pupuk bersubsidi ke Kementan,'' ujar Wakil Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi), Bustanul Arifin, kemarin (31/1).
BACA JUGA: Gempa Susulan Meluruh, Warga Majene dan Mamuju Sudah Boleh Pulang ke Rumah
Data dari PT Pupuk Indonesia Holding, sekitar 42 persen petani Indonesia tidak menjadi anggota kelompok tani dan/atau Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Nah, hal ini akan menyulitkan verifikasi kebutuhan dan alokasi subsidi pupuk.
BACA JUGA: Berasal dari Keturunan NU-Muhammadiyah, Susi Akui Terusik dengan Abu Janda soal Islam Agama Arogan
"Isu akurasi e-RDKK dan akses Kartu Tani merupakan PR yang harus diselesaikan dalam implementasi subsidi pupuk pada 2021,'' ucapnya.
Ia memperkirakan, tahun 2021 akan terjadi kelangkaan pupuk yang cukup besar. Pasalnya, kemampuan APBN hanya mampu memenuhi sekitar 9 juta ton ditambah 1,5 juta liter pupuk organik cair.
BACA JUGA: Jokowi Ingin Pilkada 2022/2023 Ditunda, Refly Harun: Pasti Ada Kaitan dengan Anies Baswedan
"Kelangkaan pupuk pada 2021 kembali masih cukup besar. Karena perbedaan kebutuhan dengan kemampuan keuangan negara,'' katanya.
Terpisah, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengatakan, dengan alokasi pupuk bersubsidi ditambah menjadi 9 juta ton dan 1,5 juta liter pupuk organik, maka akan banyak petani yang memperoleh pupuk bersubsidi. Diketahui, pada 2020 alokasi pupuk bersubsidi hanya 8,9 juta ton.
BACA JUGA: Infografis: Statistik Covid-19 di Indonesia Kamis, 28 Januari 2021
"Semoga banyak petani yang bisa memperoleh pupuk bersubsidi. Penerima pupuk bersubsidi tentunya yang sudah tercatat di e-RDK sesuai pengajuan yang diterima Kementan dari usulan pemerintah daerah,'' ucap Mentan Syahrul.
BACA JUGA: Electrifying Agriculture: Pemanfaatan Lampu UV Terbukti Tingkatkan Produktivitas Tanaman Hidroponik
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Sarwo Edhy menambahkan, beradasarkan e-RDKK yang diatur Kelompok Tani, petani penerima pupuk bersubsidi adalah petani yang melakukan usaha tani sub sektor tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, dan peternakan dengan lahan paling luas 2 hektare. Petani juga melakukan usaha tani sub sektor tanaman pangan pada perluasan areal tanam baru.
"Implementasi distribusi pupuk bersubsidi menggunakan Kartu Tani akan dilakukan secara bertahap. Namun untuk saat ini, belum semua daerah kita terapkan distribusi pupuk menggunakan Kartu Tani. Kita akan lakukan bertahap hingga Kartu Tani tersebar ke seluruh Indonesia sesuai dengan data penerima pupuk subsidi," ujarnya.
BACA JUGA: KPK Dalami Permintaan Uang oleh Wenny Bukamo kepada Kontraktor untuk Mengikuti Pilkada 2020
Sementara itu, Direktur Pupuk dan Pestisida Kementan, Muhammad Hatta menyebutkan, bahwa harga pupuk itu tidak pernah naik sejak tahun 2012. Sedangkan harga barang pasti bertambah terus karena ada inflasi, kenaikan bahan bakar, kenaikan harga bahan baku, biaya transportasi, dan faktor lainnya.
"Banyak bidang yang harus disubsidi pemerintah yaitu kesehatan, pendidikan, bansos, pupuk, BBM, listrik, belum lagi biaya untuk Covid-19. Maka anggaran subsidi untuk tiap bidang pasti ada batasnya," ujarnya.
Kementan mencatat, sampai Desember 2020 implementasi Kartu Tani baru mencapai 1,65 juta orang atau 11,87 persen dari 13,9 juta petani yang tercatat dalam e-RDKK 2020. (din/fin)