News . 29/01/2021, 08:35 WIB
JAKARTA - Skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada 2020 melorot tiga poin. Penyebabnya karena pandemi COVID-19, karena pemerintah melonggarakan aturan demi bantuan.
Transparency International Indonesia (TII) merilis skor Indeks Persepsi Indonesia (IPK) 2020 mencapai angka 37. Capaian tersebut menurun dari IPK Indonesia pada 2019 lalu dengan skor 40.
"IPK Indonesia tahun 2020 ini kita berada pada skor 37 dengan ranking 102 dan skor ini turun tiga poin dari tahun 2019 lalu. Jika tahun 2019 lalu kita berada pada skor 40 dan ranking 85, ini 2020 berada di skor 37 dan ranking 102," ujar Manajer Departemen Riset TII Wawan Suyatmiko saat memaparkan IPK Indonesia dalam jumpa pers, Kamis (28/1).
"Tahun 2020 tahun yang kita ketahui bersama sebagai tahun pandemi maka survei ini dilakukan sepanjang pandemi," jelasnya.
Berdasarkan data TII, skor Indonesia terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Pada 2018 lalu, skor IPK Indonesia berada di angka 38, kemudian pada 2019 mengalami kenaikan ke angka 40. Namun, skor tersebut melorot tiga poin ke angka 37 pada 2020.
TII merilis IPK Indonesia 2020 yang mengacu pada 9 sumber data dan penilaian ahli untuk mengukur korupsi sektor publik di 180 negara dan teritori. Skor dari 0 berarti sangat korup dan 100 sangat bersih.
Di ASEAN, Singapura menjadi negara yang dinilai paling tidak korup (skor 85), diikuti Brunei Darussalam (60), Malaysia (51), Timor Leste (40). Namun Indonesia masih di atas Vietnam dan Thailand (skor 36), Filipina (34), Laos (29), Myanmar (28), Kamboja (21).
Negara dengan skor IPK 2020 terbesar adalah Denmark dan Selandia Baru pada skor 88, diikuti Finlandia, Singapura, Swedia dan Swis (85), Norwegia (84), Belanda (82), Jerman dan Luxembourg (80), sementara IPK terendah adalah Somalia dan Sudan Selatan di posisi 180 (skor 12), Suriah di posisi 178 (skor 14) dan Yaman serta Venezuela di posisi 176 (skor 15).
Dalam laporan bertajuk Korupsi dan COVID-19: Memperburuk Kemunduran Demokrasi, Wawan merekomendasikan empat hal kepada Pemerintah Indonesia. Pertama, pemerintah perlu memperkuat peran dan fungsi lembaga pengawas.
Rekomendasi kedua, kata Wawan, memastikan transparansi kontrak pengadaan. Ia mengatakan, pelonggaran proses pengadaan memberikan banyak peluang untuk korupsi.
"Sehingga keterbukaan kontrak harus dilakukan agar bisa menghindari penyalahgunaan wewenang, mengidentifikasi konflik kepentingan, dan memastikan penetapan harga yang adil," katanya.
Ketiga, lanjut Wawan, merawat demokrasi dan mempromosikan partisipasi warga pada ruang publik. Ia menuturkan, pelibatan kelompok masyarakat sipil dan media pada akses pembuatan kebijakan harus dijamin oleh Pemerintah dan DPR agar akuntabel.
"Informasi dan data yang mudah diakses oleh masyarakat, perlu dijamin sebagai hak masyarakat dalam memperoleh informasi dan data secara adil dan setara," ungkapnya.
Menanggapi rilis TII tersebut, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menyatakan pemberantasan korupsi tidak hanya menjadi beban dan tanggung jawab KPK, melainkan seluruh elemen bangsa.
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com