JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Bupati Kaur Gusril Pausi dan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah pada Senin (18/1).
Kedua kepala daerah itu dipanggil penyidik guna dimintai keterangan dalam kapasitas sebagai saksi kasus dugaan suap terkait perizinan ekspor benih lobster yang menjerat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan kawan-kawan sebagai tersangka.
"Benar, sesuai informasi yang kami terima, Senin (18/1), Gusril Pausi/Bupati Kaur dan Rohidin Mersyah/Gubernur Bengkulu dijadwalkan pemeriksaan sebagai saksi oleh tim penyidik KPK," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Minggu (17/1).
Ali mengatakan, tim penyidik telah melayangkan surat pemanggilan kepada keduanya. Pemeriksaan rencananya bakal dilakukan di Gedung Merah Puith, Kuningan, Jakarta.
Dirinya menjelaskan, pemanggilan terhadap seseorang selaku saksi dalam tahap penyidikan bertujuan guna mengungkap rangkaian perbuatan yang diduga dilakukan para tersangka.
"Kami memanggil seseorang sbg saksi tentu karena kebutuhan penyidikan dengan tujuan untuk membuat terang rangkaian perbuatan para tersangka dalam perkara ini," imbuhnya.
Sebelumnya, KPK telah menjadwalkan pemeriksaan terhadap Bupati Kaur Gusril Pausi pada Senin (11/1) lalu.
Namun, kata Ali, Gusril tak menghadiri panggilan tim penyidik KPK tanpa ada konfirmasi lebih lanjut.
Sementara, tim penyidik juga telah menjadwalkan pemeriksaan terhadap Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah pada Selasa (12/1).
Akan tetapi, menurut penuturan Ali, surat panggilan yang dilayangkan penyidik belum diterima oleh yang bersangkutan.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan tujuh tersangka yakni mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo; tiga staf khusus Edhy, Andreau Pribadi Misanta, Safri, serta Amril Mukminin; Siswadi selaku Pengurus PT Aero Citra Kargo; Ainul Faqih selaku Staf istri Menteri KP; dan Suharjito selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama.
Edhy bersama Safri, Andreau Pribadi Misanta, Siswadi, Ainul Faqih, dan Amril Mukminin diduga menerima suap sebesar Rp10,2 miliar dan USD100 ribu dari Suharjito.
Suap tersebut diberikan agar Edhy memberikan izin kepada PT Dua Putra Perkasa Pratama untuk menerima izin sebagai eksportir benur.
Sebagian uang suap tersebut digunakan oleh Edhy dan istrinya Iis Rosyati Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020.
Sekitar Rp750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton serta baju Old Navy. (riz/fin)