Harga Cabai Merah Melambung Tinggi

fin.co.id - 13/01/2021, 03:35 WIB

Harga Cabai Merah Melambung Tinggi

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

SOREANG – Sejak akhir tahun 2020 harga cabe merah di setiap pasar yang ada di kabupaten Bandung terus merangkak. Hal tersebut dikarenakan ketidak seimbangan antara supply dengan demand.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Bandung, Marlan mengungkapkan, bahwa jika kebutuhan banyak tapi ketersediaan stoknya tidak memenuhi, maka pasti akan terjadi kenaikan harga.

“Kita akan terus melihat faktor yang membuat terjadinya kenaikan harga yang signifikan, termasuk harga ayam juga lumayan sampai Rp42 ribu, hal itu juga yang harus di cermati,” kata Marlan saat dihubungi melalui telepon seluler seperti dikutip dari Jabar Ekspres (Fajar Indonesia Network Grup), Selasa (12/1).

BACA JUGA:  Ada Senpi dalam Penangkapan Suami Nindy Ayunda, Polisi Beber Status Kepemilikannya

Marlan mengatakan, supaya dapat mengatasi masalah supply dan demand, maka harus ada kebijakan kalender petani. Sehingga, lanjut Marlan, untuk kedepannya harus ada pemahaman yang diberikan kepada petani.

Misalnya, kata Marlan, berkaitan dengan langkah-langkah dalam menjalankan pola tani modern. Dia juga menekankan pentingnya penyesuaian data antara pola tanam dengan kebutuhan masyarakat.

“Terkadang tiba-tiba para petani tanam tomat secara masal, tapi begitu panen harganya anjlok, akhirnya hasil panennya dibuang. Akibatnya terjadi penurunan harga yang signifikan, akhirnya para petani lebih baik membuang daripada di jual karena ongkos petik lebih mahal ketimbang harga jual," jelas Marlan.

BACA JUGA:  Eva Belisima Unggah Momen Mesra, Netizen Malah Salfok Bagian Atas Bawah Kiwil

Di luar negeri, lanjut Marlan, kegiatan pertanian diproteksi oleh pemerintah. Hal tersebut agar bisa menjaga stabilitas harga dan mencegah kegiatan bandar liar. Informasi secara berkala terkait kebutuhan masyarakat juga harus disampaikan kepada petani. Sehingga, petani bisa secara kontinue menanam sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

“Hal-hal ini yang harus  mulai di lakukan pembenahan. Kasihan petani ini kan selalu menjadi objek penderita,” katanya.

Dengan kekayaan alam yang ada, seharusnya Kabupaten Bandung bisa menjadi produsen. Namun, kenyataan justru menjadi konsumen. Marlan mencontohkan, kentang hasil petani Kabupaten Bandung dijual ke luar daerah, tapi kentang dari daerah lain bisa masuk ke Kabupaten Bandung dengan harga yang timpang.

BACA JUGA:  Wakil Ketua MPR: EUA dan Sertifikasi Halal Vaksin Covid-19 Kabar Baik bagi Masyarakat

“Termasuk beras ciherang, itu kan termasuk berkualitas, tetapi dibawa keluar. Kemudian, kita belinya diluar dengan kualitas yang tidak bagus,” ungkap Marlan.

Marlan mengungkapkan bahwa yang juga harus terus ditingkatkan adalah jalinan sinergisitas antara dinas terkait. Disperindag Kabupaten Bandung dan Dinas Pangan memiliki peran dalam mengetahui harga kebutuhan di pasaran, sementara Dinas Pertanian menyediakan bahan kebutuhannya.

“Pertanian jadi tahu apa sih yang dibutuhkan oleh masyarakat, kemudian harganya berapa gitu, kan yang sering memantau harga itu Disperindag dengan Dispakan. Sehingga petani kita betul-betul jadi sejahtera, jangan objek penderita terus. Dimana  setiap ada gejolak harga dan yang lainnya, mereka tidak pernah menikmati. Saya yakin petani cabainya tidak akan menikmati itu, bandar yang menikmatinya,” pungkas Marlan.

BACA JUGA:  Jokowi Geram Kedelai dan Gula Masih Impor, Rizal Ramli: Jangan Banyak Drama, Nanti Saya Kasih Kuliah Gratis

Berdasarkan data yang diperoleh Disperindag Kabupaten Bandung, harga cabai di sejumlah pasar memang mengalami kenaikan. Misalnya di Pasar Soreang ada kenaikan cabai rawit hijau sebesar Rp5 ribu yaitu dari  Rp 60.000 menjadi Rp 65.000 per kilogram, sementara untuk harga cabai rawit merah harganya Rp80.000-Rp90.000 perkilogram.

Kemudian di Pasar Ciwidey, cabai rawit hijau mengalami kenaikan harga dari Rp24.000 menjadi Rp90.000 per kilogram, dan juga cabai rawit keriting dari Rp44.000 menjadi Rp48.000 perkilogram, kemudian cabai rawit hijau dari Rp20.000 menjadi Rp65.000 per kilogram. Kemudian dipasar-pasar lainnya, seperti Pasar Sayati harga cabai rawit merah Rp90 ribu, Pasar Baru Majalaya harga cabai rawit merah Rp80 ribu. Pasar Cileunyi harga cabai rawit merah Rp80 ribu.

BACA JUGA:  RS Polri Segera Serahkan Korban Kecelakaan SJ 182 yang Teridentifikasi ke Keluarga

Sementara itu, Ketua Departemen Litbang Teknologi Pertanian KTNA Kabupaten Bandung, Andri Ramadani mengatakan, adanya fenomena harga cabai yang melonjak, adalah sesuatu yang klasik atau sudah berulang-ulang terjadi. Namun, meskipun ada lonjakan harga, tidak semua petani bisa menikmatinya.

Menurutnya, pihak pemerintah, harus sudah melakukan antisipasi sejak awal. Misalnya, berapa permintaan dari pasar dan berapa yang harus disiapkan oleh petani. Hal tersebut dilakukan agar tidak ada kelebihan atau kekurangan stok.

“Saat musim hujan harus tanam apa, kalau ada penyakit bagaimana mengatasinya. Seharusnya, petani hanya tinggal menanam dan mengaplikasikannya. Pola tanamnya harus disesuaikan juga dengan daerah lain. Kalau petani mah tinggal nurut, pemupukannya ini, nanti harganya itu,” tandasnya. (Yul)

Admin
Penulis