JAKARTA- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mencatat tingkat ketakutan warga Indonesia untuk mengkritik pemerintah cukup tinggi di tahun 2020.
“Sebanyak 29 persen responden takut dalam memberikan dan mengkritik pemerintah,” begitu dalam laporan akhir tahun Komnas HAM 2020, yang dipublikasikan 30 Desember 2020, dan dikutip dari laman resmi Komnas HAM.
Dalam laporan akhir tahun tersebut, Komnas HAM mengacu pada survei internalnya di 34 provinsi. Survei yang dilakukan pada Juli-Agustus 2020 tersebut, melibatkan 1.200 responden.
Menanggapi itu, mantan Politikus Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean menilai, survei yang dilakukan Komnas HAM tidak faktual.
Sebab menurut Ferdinand, hingga saat ini masih banyak pihak-pihak yang gemar melempar kritikan bahkan fitnah dan penghinanaan kepada Prebsiden Jokowi.
"Saya kira survei ini tidak faktual. Orang yang tak suka pemerintah akan menjawab takut mengkritik. Padahal setiap hari kita melihat begitu banyak hoax, fitnah, penghinaan dan pelecehan secara fisik kepada presiden beredar di medsos. Jadi apanya yang takut? Jujur memang mahal," ungkap Ferdinand Hutahaean di akun twitternya, Selasa (5/1).
Dari survei Komnas HAM tersebut, juga dikatakan, sebanyak 36,2 persen responden atau warga negara, merasa ketakutan dalam penyampaian pendapat, dan kritik di melalui kanal-kanal internet, maupun media sosial. Masih menurut laporan tersebut, tingkat ketakutan akademis di lingkungan pendidikan, pun tinggi.
Komnas HAM mengatakan, agar pemerintahan Presiden Jokowi dan Wapres Maruf Amin, mampu melebihkan sikap hormat, dan memberikan jaminan perlindungan atas kebebasan berpendapat.
“Dan meminta pemerintah, agar melakukan review atas UU ITE, serta menyegarkan pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi,” begitu saran Komnas HAM. Karena, dikatakan Komnas HAM, reaksi berlebihan dari pemerintah dalam penggunaan aparatur keamanan, berdampak pada pemidanaan orang-orang yang melakukan kritik, dan pendapat kepada pemerintahan.
“Komnas HAM, menyeruskan bahwa penindakan, dan pemidanaan terhadap orang yang menyampaikan pendapat, dan kritik, tidak diperlukan, karena berpotensi memberangus hak asasi, dan demokrasi,” demikian catatan Komnas HAM. (dal/fin)