JAKARTA - Pemerintah resmi memberlakukan kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk peserta kelas III di awal tahun. Pemerintah dalam hal ini Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dan BPJS Kesehatan dianggap mengabaikan kesepakatan dengan wakil rakyat.
Menanggapi kenaikan tersebut, Anggota Komisi IX DPR Kurniasih Mufidayati menilai, pihak terkait mengabaikan kesepakatan yang termuat dalam kesimpulan hasil rapat antara Komisi IX DPR.
BACA JUGA: Budiman Sudjatmiko: Kemungkinan Ada Kelompok Tertentu Manfaatkan FPI untuk Tujuan Oportunis, Perlu Ditelusuri
Politisi PKS ini mengatakan harusnya pemerintah memiliki kepekaan terhadap kondisi yang dialami oleh masyarakat saat ini. Ketidakpastian pemulihan ekonomi yang menyebabkan sebagian besar PBPU dan BP masih terpuruk akibat pandemi harus jadi pertimbangan agar tidak semakin menambah beban mereka.BACA JUGA: Ganjar Pranowo Imbau Warga Jateng Waspada Hoaks Soal Vaksinasi Covid-19
Diketahui, dalam rapat tersebut, Komisi IX DPR tegas mendesak agar DJSN untuk berkoordinasi dengan Kementerian lembaga terkait guna mempertimbangkan relaksasi iuran bagi peserta dari Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) kelas III sehingga tetap membayar Rp25.500 di 2021.BACA JUGA: BPOM: Izin Darurat Vaksin Covid-19 Sinovac Masuki Tahap Penyelesaian
Mufida menilai, meskipun kenaikan tarif kelas III ini lebih rendah dari yang diajukan semula (Rp42 ribu), namun tetap memberatkan bagi kelompok PBPU dan BP khususnya dalam situasi pandemi covid-19 yang masih berlangsung.Menurutnya kelompok PBPU dan BP ini menjadi kelompok yang paling terpukul secara ekonomi akibat pandemi covid-19.
BACA JUGA: Meski Sudah Terdistribusi, BPOM Ingatkan Vaksin Sinovac Belum Bisa Disuntikkan
“Banyak dari mereka yang kehilangan pekerjaan atau sumber pendapatan akibat berbagai pembatasan kegiatan ekonomi melalui Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB),” tegasnya.Kementerian Ketenagakerjaan sendiri melansir data ada sekitar 2,56 juta pengangguran baru dan 1,77 juta orang yang sementara tidak bekerja akibat pandemi covid-19.
Menurut Mufida, sebelumnya DPR juga sudah mengingatkan manajemen BPJS terkait dengan sistem kepesertaan yang dilakukan dan terkait dengan data yang digunakan.
BACA JUGA: Arief Poyuono: Fadli Zon Sudah Benar, Apa pun FPI Pernah Berikan Sumbangsih ke Gerindra
Permintaan untuk melakukan Cleansing Data kepesertaan ini juga karena adanya temuan 24,77 juta data peserta yang bermasalah dari hasil audit yang dilakukan oleh BPKP.“Karena data dan sistem kepesertaan yang bermasalah ini bisa berimplikasi pada membengkaknya beban pembiayaan yang harus dilakukan oleh BPJS,” sebut Mufida.
BACA JUGA: Tingkatkan Penggunaan EBT, Anak Perusahaan PLN Gandeng Anak Perusahaan Pertamina
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin mengatakan jika langkah pemerintah dalam menaikkan tariff BPJS justru akan menyengsarakan rakyat.Terlebih, pandemi Covid-19 juga belum usai. Masyarakat masih banyak terdampak dari wabah tersebut. Terutama dari sisi ekonomi. Bagi para pekerja, mereka banyak yang dirumahkan bahkan di PHK.