Kasus Suap Wali Kota Cimahi, Dirut PT Hakaaston Tak Penuhi Panggilan KPK

fin.co.id - 04/01/2021, 22:21 WIB

Kasus Suap Wali Kota Cimahi, Dirut PT Hakaaston Tak Penuhi Panggilan KPK

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Direktur Utama (Dirut) PT Hakaaston Dindin Solakhudin berhalangan memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Petinggi anak usaha PT Hutama Karya itu sedianya diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap perizinan proyek pembangunan Rumah Sakit Kasih Bunda tahun anggaran 2018-2020 yang menjerat Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna.

"Saksi tidak hadir," kata Plt Jubir KPK, Ali Fikri saat dikonfirmasi.

Ali mengatakan, Dindin mengaku sakit sehinggi tidak memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik. Untuk itu, tim penyidik menjadwalkan ulang pemeriksaa Dindin.

"Yang bersangkutan konfirmasi tidak bisa hadir karena sedang sakit sehingga pemeriksaan akan dijadwalkan ulang," kata Ali.

Diketahui, KPK menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan suap perizinan Rumah Sakit Umum (RSU) Kasih Bunda Kota Cimahi, Jawa Barat, pada tahun anggaran 2018—2020.

Dua tersangka tersebut adalah Wali Kota Cimahi 2017—2022 Ajay Muhammad Priatna (AJM) dan Komisaris RSU Kasih Bunda Hutama Yonathan (HY).

"Para tersangka saat ini dilakukan penahanan rutan selama 20 hari pertama terhitung sejak 28 November 2020 sampai dengan 17 Desember 2020," ucap Ketua KPK Firli Bahuri saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu.

Untuk tersangka Ajay, ditahan di Rutan Polres Metro Jakarta Pusat, sedangkan tersangka Hutama di Rutan Polda Metro Jaya.

Dalam kasus itu, Ajay diduga menerima Rp1,661 miliar dari kesepakatan awal Rp3,2 miliar.

Pemberian itu sejak 6 Mei 2020, sedangkan pemberian terakhir pada tanggal 27 November 2020 sebesar Rp425 juta.

Sebagai penerima, Ajay disangkakan melanggar Pasal 12 Huruf a atau Pasal 12 Huruf b atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Sementara itu, Hutama disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) Huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) Huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. (riz/fin)

Admin
Penulis