JAKARTA - Dewan Pakar Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) Teddy Gusnaidi angkat suara soal sengketa lahan Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah FPI di Megamendung, Jawa Barat, yang diduga berdiri di atas tanah milik PTPN.
Ia menyebut, polemik itu dapat dengan mudah diatasi apabila FPI segera angkat kaki dari lahan tersebut. Sebab, kata dia, lahan yang menjadi sengketa itu ternyata milik PTPN.
"Lahan itu milik Rizieq atau milik PTPN? Ternyata itu milik PTPN, ya sudah gak perlu banyak bacot, segera angkat kaki. Sesimpel itu..," ujar Teddy melalui akun Twitter @TeddyGusnaidi, Senin (28/12).
Teddy pun mengingatkan pemerintah untuk jangan memberikan ruang untuk bernegosiasi dengan pihak yang menduduki lahan yang bukan miliknya.
"Jangan pernah memberikan ruang negoisasi. Jangan pernah membiarkan yang bukan pemilik merasa berhak atas lahan yang bukan miliknya di negeri ini," katanya.
[caption id="attachment_502073" align="alignnone" width="587"]
Tangkapan layar cuitan Teddy Gusnaidi. (Istimewa)[/caption]
Ia menilai, sengketa tanah ini bukan persoalan besar. Pasalnya, antara pemilik maupun bukan pemilik sudah diketahui secara jelas.
Atas hal itu, dirinya meminta DPR untuk tidak perlu membahas polemik tersebut.
"Perkara Lahan PTPN yg digunakan pihak Rizieq bukan kasus besar, karena pemiliknya jelas dan yg bukan pemiliknya juga sudah jelas. Jadi DPR gak perlu juga ikutan membahas hal kecil yg sudah jelas ini. Kecuali ada agenda tertentu sampai harus membahas hal kecil yg sudah jelas ini," ungkapnya.
[caption id="attachment_502074" align="alignnone" width="589"]
Tangkapan layar cuitan Teddy Gusnaidi. (Istimewa)[/caption]
Belakangan ini, Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah FPI di Megamendung, Jawa Barat, menjadi sorotan usai beredar surat dari PTPN VIII yang meminta pondok pesantren itu dikosongkan.
Surat berkop PTPN VIII bernomor SB/11/6131/XII/2020 tertanggal 18 Desember 2020 itu diunggah akun Twitter @FKadrun pada Rabu (23/12).
Dalam surat itu dijelaskan, Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah FPI berdiri di atas lahan yang dikelola PTPN VII Kebun Gunung Mas.
Pesantren yang menjadi salah satu masrkas FPI itu disebut tidak mengantongi izin dan persetujuan PTPN VIII ketika didirikan pada 2013 lalu.
Dalam surat itu pula, Imam Besar FPI (HRS) diberi tenggat selama 7 hari sejak surat diterima untuk menyerahkan kembali lahan tersebut kepada PTPN.