JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kediaman pribadi dan dinas Menteri Sosial Juliari P Batubara. Upaya paksa tersebut dilakukan terkait penyidikan kasus dugaan suap bantuan sosial (bansos) untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020 yang menjerat Juliari sebagai tersangka.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, tim penyidik juga menggeledah dua kantor perusahaan yang diduga bekerja sama dengan Kementerian Sosial dalam penyaluran bansos.
"Hari Selasa (9/12) tim penyidik KPK melakukan upaya paksa penggeledahan di 4 lokasi berbeda,yaitu dirumah pribadi dan rumah jabatan dinas tersangka JPB serta 2 kantor perusahaan yang diduga bekerjasama dengan Kemensos dalam penyaluran Bansos," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Kamis (10/12).
Ia mengungkapkan, tim penyidik berhasil mengamankan sejumlah dokumen terkait perkara tersebut.
Ali mengatakan bahwa tim bakal menganalisa terlebih dahulu sejumlah domumen yang dimaksud untuk selanjutnya dilakukan penyitaan.
Sebelumnya, KPK juga melakukan penggeledahan di Kantor Kementerian Sosial (Kemensos), serta kediaman dua tersangka Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono.
Dari sana tim penyidik juga mengamankan sejumlah dokumen terkait perkara ini. Tim penyidik pun tengah menganalisis dokumen-dokumen yang diamankan tersebut.
Sebelumnya, KPK menetapkan Mensos Juliari Peter Batubara dan empat tersangka lainnya sebagai tersangka suap terkait program bantuan sosial penanganan virus corona (Covid-19).
Keempat tersangka lainnya dalam kasus ini adalah, pejabat pembuat komitmen di Kementerian Sosial (Kemensos) Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono, serta Ardian I M dan Harry Sidabuke selaku pihak swasta.
Selaku penerima, Juliari, Adi dan Matheus dijerat Pasal Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, selaku pemberi, Ardian dan Harry disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (riz/fin)