JAKARTA- Politikus Partai Demokrat Rachlan Nashidik menilai, di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Front Pembela Islam (FPI) juga dikenal dengan kekerasan. Namun saat itu, FPI ditindak aparat sesuai hukum. Bukan dibunuh.
"Di masa SBY, tindakan polisional FPI, yang faktanya kerap dengan kekerasan, dihadapi dengan hukum. Pelakunya ditangkap, diadili dan dibui setelah dibuktikan bersalah. Bukan dibunuh," cuit Rachlan Nashidik di twitternya, Rabu (9/12).
Di cuitan lain, dia mengatakan, Presiden Joko Widodo atau Jokowi seharusnya bersikap atas peristiwa penembakan 6 laskar FPI itu. Agar kasus serupa tidak kembali terulang.
"Kita masih menunggu Presiden @Jokowi menyatakan sikapnya terhadap kasus penembakan hingga tewas terhadap 6 warga negara. Apakah Presiden berniat membuka seterang-terangnya kasus ini demi mencegah hal yang sama berulang di hari esok?" ujar Rachlan.
Dia mengatakan, Jokowi seharunya pun mengetahui sendiri, apakah penembakan yang dilakukan aparatnya adalah lawfull, bukan extra-judicial.
"Maka, Presiden perlu mengerahkan investigasi penuh, imparsial dan kredibel. Itulah satu-satunya cara. Semoga" paparnya.
Sementara itu, Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat Andi Arief mengatakan, peristiwa penembakan itu tergantung presiden. "Semua itu tergantung Presidennya," kata Andi Arief di twitter.
Andi Arif mengaku beruntung pernah menyaksikan bagaimana SBY menangani masalah tanpa ada kekerasan dan kehilangan nyawa.
"Saya beruntung pernah menyaksikan bagaimana Pak SBY menangani masalah sesama anak bangsa. Perintahnya selalu jangan ada darah yang tumpah apalagi nyawa. Semua ikut, dari Kapolri, panglima TNI sampai jajaran terbawah. Demokrasi hidup," katanya. (dal/fin).