JAKARTA- Cendekiawan Nahdatul Ulama (NU), Ulil Abshar Abdallah membeberkan peran Majelis Ulama Indonesia (MUI) sejak orde baru. Ulil mengatakan, MUI dahulunya hanya merupakan perpanjangan tangan Pemerintah Orde Baru untuk berkomunikasi dengan ulama. Atau sebagai alat untuk menjinakkan suara para ulama yang anti dengan Partai penguasa, yakni Golkar.
Namun ketika pada era Reformasi, MUI mengalami transformasi yang menurutnya agak radikal. Perubahan itu terjadi pada Munas MUI ke-VI pada 2005. Sejak itu, wajah MUI ormas yang ultra-konservatif amat kelihatan. Beberapa tokoh Islam kanan masuk di kepengurusan, termasuk dari HTI
"Puncak konservatisme MUI terjadi pada 2017, ditandai dengan fatwa tentang tidak bolehnya seorang non-Muslim menjadi gubernur. Gara-gara fatwa ini, lahir gerakan pengawal fatwa MUI yang disebut GNPF MUI. Semula diketuai oleh Bachtiar Nasir, lalu Yusuf Martak. Keduanya pengurus MUI," ujar Ulil lewat keterangan tertulisnya, Sabtu (28/11).
Akhirnya, gara-gara fatwa MUI itu, Basuki Tjahja Purnama atau Ahok terganjal menjadi Gubernur DKI Jakarta. Bahkan dia dibui akibat dianggap melecehkan Islam.
Ulil bilang, yang lebih merisaukan publik lagi, adanya tokoh-tokoh MUI yang kerap membuat gaduh dengan pernyataan-pernyataan yang merisaukan.
"Tidak banyak sih mereka ini. Hanya ada dua-tiga sosok saja. Salah satunya adalah Tengku Zulkarnain" katanya
Ulil menilai, fenomena itu membuat banyak kalangan memiliki pandangan yang buruk tentang MUI. Lembaga ini identik dengan konservatisme agama, dan sering menjadi sasaran bully publik di medsos. "Walhasil, pascareformasi, citra MUI cenderung buruk," katanya.
Ulil melanjutkan citra buruk MUI bukan tidak disadari oleh sejumlah tokoh yang ada di dalam MU sendiri. Dikatakan, banyak tokoh Muslim moderat dan progresif di dalam MUI, tetapi mereka ditenggelamkan oleh sosok trouble maker seperti Tengku Zul itu.
Kini, MUI resmi umumkan kepengurusan baru dalam Musyawarah Nasional (Munas) X Majelis Ulama Indonesia (MUI). Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Miftachul Akhyar terpilih sebagai Ketua Umum MUI periode 2020-2025 menggantikan Ma’ruf Amin.
Ulil berharap, dengan wajah baru MUI sekarang, diharapkan agar MUI harus bisa realistis.
"Mengharapkan lembaga ini akan menjadi progresif sepenuhnya, tentu saja sangat tidak realistis. Bagaimanapun, MUI memiliki kendala-kendala internal yang harus kita pahami" katanya.
"Tetapi dengan dibersihkannya MUI dari sosok-sosok konservatif non-moderat yang selalu melontarkan statemen-statemen yang bermasalah selama ini, tentu ini sudah menggembirakan," pungkas Gus Ulil.(dal/fin).