P2G Sebut Kesejahteraan Guru Honorer Masih Jadi PR Mendikbud

fin.co.id - 25/11/2020, 18:17 WIB

P2G Sebut Kesejahteraan Guru Honorer Masih Jadi PR Mendikbud

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Koordinator Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengatakan masih banyak pekerjaan rumah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim terkait guru. Salah satunya terkait upah guru honorer yang jauh dari layak.

“Sebagai organisasi guru, P2G banyak diisi oleh guru-guru honorer, yang upahnya hanya Rp500 ribu-700 ribu per bulan. Di sisi lain mereka tetap dituntut sempurna dan profesional dalam melaksanakan tugas. Kami sangat sedih honor guru honorer ini horor, ini sangat tidak manusiawi,” ujar Satriwan dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (25/11).

Ia pun mendorong pemerintah daerah untuk memberikan upah guru honorer minimal setara UMP ataupun UMR.

Meski begitu, Santriwan mengapresiasi pemerintah pusat yang membuat kebijakan membuka seleksi guru honorer PPPK sebanyak satu juta lowongan tahun depan.

Kebijakan strategis tersebut, dinilainya akan sangat membantu kekurangan guru di Tanah Air. Sampai 2024, Indonesia kekurangan 1,3 juta guru dan dengan dibukanya lowongan 1 juta guru, diharapkan akan menaikkan kesejahteraan para guru honorer dengan menjadi ASN ke depan.

“P2G juga mengapresiasi kebijakan Mas Menteri di awal kepemimpinannya terkait guru yaitu Penyederhanaan RPP Guru; Menghapuskan UN yang selalu jadi beban guru dan siswa; Bantuan Subsidi Kuota Internet; dan Bantuan Subsidi Upah (BSU). Harus jujur diakui, beberapa kebijakan di atas sangat membantu guru khususnya di masa pandemi ini,” jelas dia.

Selain itu, P2G memandang perlunya pembenahan dalam rekrutmen serta desain pengembangan kompetensi guru ke depan.

"Harus ada pembenahan seleksi masuk LPTK bagi calon guru, termasuk revitalisasi pengelolaan LPTK secara nasional. Bagaimanapun juga LPTK masih menjadi "pabrik" calon guru. Rendahnya kompetensi guru Indonesia hingga sekarang, tak lepas dari buruknya pengelolaan guru mulai dari hulunya yakni LPTK tersebut," katanya.

Lebih lanjut dikatakannya pengembangan dan peningkatan kompetensi guru adalah keharusan yang mesti dipenuhi oleh negara, baik Kemendikbud/Kemenag maupun pemerintah daerah.

Satriwan melanjutkan, P2G sangat kecewa melihat fakta banyaknya daerah provinsi dan kota/kabupaten yang anggaran pendidikannya dalam APBD masih jauh di bawah 20 persen. Padahal mengalokasikan anggaran pendidikan minimal 20 persen dari APBN dan APBD menjadi kewajiban daerah dan pusat.

Selain itu, salah satu pokok pangkal persoalan guru nasional hingga sekarang adalah rendahnya kompetensi guru. Dia meminta pemda tidak lepas tanggung jawab dalam hal itu.

“Politik anggaran pendidikan khususnya untuk peningkatan kompetensi guru adalah kebutuhan mendesak dilakukan, jika tidak guru-guru kita masih berkutat di urusan kompetensi yang menyedihkan. Kalau perlu jangan pilih calon kepala daerah yang tak berkomitmen menaikkan anggaran pendidikan daerah menjadi 20 persen,” terang dia,

P2G berharap guru harus dibekali dengan keterampilan digital. Bukan sekedar pengguna tapi mampu bereksperimen di dunia digital. (riz/fin)

Admin
Penulis