"Artinya, vaksin yang dibeli ini harus masuk list-nya WHO. Yang disuntik kan nanti umur 18-59 tahun. Ini juga sesuai standar WHO, ini harus diikuti," ungkapnya.
Namun, Jokowi tidak menyebut secara spesifik merek vaksin yang akan tiba di Indonesia.
"Saya tak bicara vaksin dari produksi apa. Tetapi standarnya WHO harus kita jalani," ucapnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy juga mengatakan tidak semua orang akan divaksin. Pemberian vaksin harus jelas kenapa alasannya dan mengapa diberi vaksin.
"Tidak semua orang akan divaksin. Jadi jangan dibayangkan semua orang akan dicegati di jalan terus divaksin," katanya.
Di sisi lain, Kepala BPOM Penny K Lukito menjelaskan masih membutuhkan data untuk menerbitkan emergency use of authorization (UEA).
"Dalam uji klinik vaksin COVID-19 untuk mendapatkan emergency use of authorization tentunya membutuhkan data juga selain data mutu, yaitu dihasilkan dengan inspeksi, didapatkan dengan inspeksi, dan pendampingan cara produksi obat yang baik dari fasilitas juga adalah data yang dibutuhkan dari data klinis berdasarkan uji klinis fase ketiga," ungkap Penny dalam siaran persnya di Komisi IX DPR.
Dikatakannya, sejauh ini pengawalan mutu vaksin COVID-19 Sinovac aman. Namun, pihaknya masih menunggu aspek keamanan dan khasiat lebih lanjut dari suntikan dosis vaksin COVID-19 yang kedua.
"Sedangkan untuk pengawalan mutu BPOM datang sendiri ke China untuk melihat fasilitas produksi Sinovac dan kami sudah mendapatkan data dan data menunjukkan kualitas yang baik," lanjutnya.
"Dan sangat bisa dipercaya, jadi jika dikaitkan dengan mutu sudah tidak ada masalah, hanya sekarang kita masih menunggu aspek keamanan dan khasiat dari analisa dan monitoring observasi tiga bulan dan 6 bulan sesudah suntik dosis vaksin yang kedua," pungkasnya.(gw/fin)