News . 31/10/2020, 10:04 WIB
JAKARTA – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) melarang Panitia Pengawas (Panwas) bertemu dengan pasangan calon atau tim pemenangan pada Pilkada Serentak 2020 secara diam-diam. Hal tersebut bisa menimbulkan kecurigaan dan celah untuk melakukan pelanggaran netralitas penyelenggara pemilu.
Anggota Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan, imbauan tersebut bukan bermaksud Bawaslu melarang Panwas untuk bertemu dengan peserta pilkada dan tim pemenangan. Bawaslu tidak menutup pintu bagi semua stakeholder yang ingin konsultasi atau menanyakan beberapa hal yang dianggap kurang jelas terkait seluk beluk pesta demokrasi.
Dirinya meyakinkan, sebagai penyelenggara pemilu memiliki kewajiban untuk memberi pendidikan pemilu kepada para pihak terkait. "Jangan sampai putus komunikasi dengan paslon dan timses. Layani dengan baik. Mereka perlu dibimbing. Jangan sampai mereka langgar aturan karena tidak tahu," ujarnya, Jumat (30/10).
"Kami minta majelis DKPP berikan peringatan kepada seluruh jajaran Bawaslu agar hati-hati dalam menangani pelanggaran pemilu. Harus sesuai standar operasional prosedur yang ada," ungkapnya.
Sementara itu, Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Alfitra Salamm mengungkapkan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu tidak mengenal batas usia, pendidikan, maupun tingkatan (level) ketua atau anggota.
Pelanggaran kode etik juga dilakukan oleh penyelenggara pemilu senior yang sudah tiga periode terpilih sebagai penyelenggara. Hal tersebut sangat disayangkan terlebih seharusnya penyelenggara tersebut jadi contoh atau role model bagi yang lainnya.
Setidaknya ada dua hal yang menyebabkan pelanggaran kode etik merata dilakukan oleh penyelenggara pemilu. Pertama adalah pemahaman atau penghayatan etik oleh penyelenggara yang masih rendah.
Kedua yaitu penyelenggara tidak memaknai sumpah yang diucapkan saat dilantik secara konsisten. Idealnya sumpah penyelenggara pemilu menjadi benteng pencegahan agar tidak melakukan pelanggaran etik.
“Pencegahan itu bisa dilihat bagaimana penyelenggara menghayati dan mengamalkan sumpah tersebut, sehingga menjadi pencegahan. Sumpah ini hanya sebatas formalitas dan tidak dihayati setiap saat,” lanjutnya.
Selain itu, Alfitra juga menyoroti peran Divisi Hukum dalam organisasi penyelenggaraan pemilu, baik KPU maupun Bawaslu. Divisi ini sangat erat kaitannya dengan pencegahan baik antar komisioner maupun kepada staf struktural.
Peran Divisi Hukum, sambung Alfitra, tidak hanya memberikan pendampingan dan pencerahan aspek hukum. Tetapi memiliki peran untuk mencegah pelanggaran-pelanggaran etik maupun hukum.
“Dalam perspektif organisasi pemilu, sedianya ada unit yang diberdayakan untuk pencegahan atas pelanggaran-pelanggaran yaitu Divisi Hukum,” pungkasnya. (khf/fin)
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com