PANGENAN - Harga garam yang terlalu murah, ditambah jarang ada pembeli, membuat petani melakukan penimbunan. Bukan hanya menimbun hasil produksi tahun 2020 ini saja, petani juga masih menimbun produksi garam tahun 2018 dan 2019.
Petani garam asal Desa Rawaurip, Kecamatan Pangenan, Ismail, mengatakan, dirinya dan petani garam lain, masih menahan serta menimbun produksi garam. “Masih kita tahan dulu. Kita masih simpan di gudang,” ujarnya seperti dikutip dari Radar Cirebon (Fajar Indonesia Network Grup), kemarin.
Hal tersebut terjadi karena harga garam saat ini sangat murah, dan tidak sesuai dengan biaya yang dikeluarkan saat produksi. “Kami timbun dulu karena harganya masih sangat rendah sekali,” terangnya.
Harga garam di petani saat ini sekitar Rp300 per kilogram. “Sedangkan harga ideal menurut petani, yakni Rp800 per kilogram. Ya kalau sekarang Rp300 per kilogram, ya masih sangat rendah sekali,” tuturnya.
Ismail mengungkapkan berbagai faktor penyebabnya. Faktor pertama, musim kemarau tahun 2018 dan 2019 cukup panjang, sehingga produksi garam meningkat pesat dibandingkan sebelumnya. Selain itu, faktor pandemi Covid-19 juga turut memengaruhi harga garam yang anjlok tersebut.
“Faktor pandemi Covid-19, sehingga menyebabkan pembeli dari luar daerah maupun luar pulau tidak banyak yang dating. Garam di petani tidak bisa keluar,” ungkapnya.
Dirinya bersama petani garam lain lebih memilih menahan produk ke pasaran, selama harga masih anjlok. “Kalau harga di pasaran ada kenaikan dan sesuai, mungkin kita akan jual. Tapi kalau selama harga masih anjlok, tetap masih kita tahan dulu,” tegasnya.
Ismail menuturkan, dirinya memiliki garam sebanyak 150 ton, sengaja ditahan di gudangnya. “Semoga situasinya kembali normal. Harga di pasaran sesuai,” ungkapnya. (den)