News . 27/10/2020, 10:00 WIB
JAKARTA - Seluruh jenis obat yang dugunakan untuk penyembuhan pasti memiliki efek samping. Demikian pula dengan vaksin COVID-19. Namun, yang harus dicatat, apakah efek tersebut membahayakan atau justru sebaliknya.
Manajer Integrasi Proyek Riset dan Pengembangan Bio Farma, Neni Nurainy mengatakan pihaknya terus melakukan pemantauan kepada relawan, terhadap efek samping atau kejadian ikutan pasca-pemberian vaksin COVID-19. Diakuinya, setiap obat pasti memiliki efek samping.
"Tidak ada satu obat pun yang sempurna sehingga pasti ada efek samping. Kita dalam uji klinis (vaksin COVID-19) akan memonitoring kejadian ikutan pasca imunisasi," ujarnya, Senin (26/10).
"Jadi setelah 48 jam setelah vaksinasi akan dilihat reaksi lokal dan sistemnya kemudian selama 6 bulan tetap dipantau," jelasnya.
Dia mengatakan terkait vaksin COVID-19 Sinovac, berdasarkan penelitian terhadap fase 1, fase 2 dan beberapa laporan dari fase 3, didapati bahwa gejala umum yang muncul adalah rasa sakit di tempat injeksi. Namun, meskipun sedikit ada pula yang merasakan gejala demam dan pusing.
"Pemantauan akan terus dilakukan dan akan diberikan informasinya kepada masyarakat," terangnya.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun menegaskan vaksin akan disuntikkan ke masyarakat harus melalui uji klinis yang benar. Sehingga vaksin dapat dipastikan keamanan dan efektivitasnya. Dia tidak ingin ada sedikitpun masalah yang berdampak pada masyarakat penerima vaksin.
Dia pun meminta agar jajarannya tak tergesa-gesa dalam program vaksinasi. Dan terpenting tetap mengedepankan kaidah ilmiah untuk vaksin COVID-19. Semua prosedur ilmiah soal vaksin dan vaksinasi harus dilalui secara tepat, tanpa ada yang terlewat.
“Semua tahapan harus melalui kaidah-kaidah saintifik, kaidah ilmu pengetahuan, berdasarkan data sains dan standar-standar kesehatan,” tegasnya.
Saat ini, semua pihak, baik itu masyarakat, peneliti, akademisi dan pihak lainnya, memantau proses pengadaan dan pelaksanaan vaksin COVID-19 di Indonesia. Untuk itu, seluruh tahapan pengadaan dan pelaksanaan vaksin COVID-19 harus sudah sesuai dengan kriteria ilmiah.
“Jangan timbul persepsi pemerintah tergesa-gesa, terburu-buru tanpa ikuti koridor-koridor ilmiah yang ada,” ucapnya.
“Karena setelah saya detailkan, ini menyangkut banyak hal aspek yang kita harus siapkan dahulu, kita harus persiapan secara matang,” ujarnya.
Sementara Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19, Wiku Bakti Bawono Adisasmito, mengungkapkan pengembangan vaksin memiliki lima tahap sebelum memasuki masa produksi secara massal.
"Proses awal yang harus dilakukan adalah penelitian dasar, kemudian dilakukan uji pre-klinis, baru kemudian tiga fase uji klinis," ujarnya.
Setelah lulus fase uji klinis tiga, baru bisa diajukan persetujuan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM). Di tahap persetujuan, atau paling akhir inilah keputusan Emergency Use Authorization (EUA) bisa diambil atau tidak.
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com