Regulasi Vaksinasi Harus Jelas

fin.co.id - 21/10/2020, 08:00 WIB

Regulasi Vaksinasi Harus Jelas

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

"Kriteria itu harus diatur bagaimana yang mandiri ini atau seperti apa, makanya harus tegas nanti harus ada aturan yang mengaturnya supaya enggak ada kecemburuan sosial," ujarnya.

Tak kalah penting ialah bagaimana nanti implementasi dari program tersebut. Penerapan program vaksinasi akan menjadi tantangan nantinya.

"Harus ada sanksi pula bagi pelaksana yang nanti ketahuan menarik tarif vaksin hingga menunda-nunda vaksinasi," katanya.

Pemerintah juga harus bisa melakukan komunikasi, informasi dan edukasi yang intensif perihal vaksin. Hal itu untuk menjawab adanya beberapa masyarakat yang menolak ikut dalam program vaksinasi.

BACA JUGA:  Taqy Malik Menikah, Salmafina Bilang Lega dan Bebas dari Bayang-bayang

"Kejelasan akan kualitas vaksin tersebut mulai dari harga hingga kehalalannya juga sangat penting," ungkapnya.

Di sisi lain, Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang Soemantri Brodjonegoro mengatakan dibutuhkan 360 juta dosis untuk 180 juta penduduk di seluruh penduduk Indonesia dalam menciptakan kekebalan populasi (herd immunity) terhadap COVID-19.

"Kalau menggunakan rumus herd immunity itu dua pertiga penduduk harus divaksin alias 180 juta karena satu orang butuh dua kali vaksin maka dibutuhkan minimal 360 juta dosis," katanya.

Jika seluruh penduduk Indonesia yang berjumlah 270 juta jiwa divaksin, maka diperlukan 540 juta dosis vaksin.

Untuk memenuhi kebutuhan vaksin, menurutnya, harus ada kapasitas produksi antara 360 juta sampai 540 juta dosis. Kapasitas ini barangkali tidak bisa dipenuhi oleh PT Bio Farma sendirian. Sebab kapasitas PT Bio Farma hanya mampu memproduksi 250 juta dosis vaksin per tahun.

Karenanya, Kemenristek menggandeng dan bernegosiasi dengan beberapa perusahaan swasta yang bersedia untuk berinvestasi dalam pengembangan dari vaksin COVID-19. Perusahaan swasta tersebut antara lain PT Kalbe Farma, PT Sanbe Farma, PT Daewoong Pharmaceutical Company Indonesia, PT Biotis dan Tempo Scan.

"Beberapa dari mereka sudah berinvestasi dan sudah mengurus izin ke BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan), sebagian lagi sedang mempersiapkan rencana investasi dan izin tersebut," ujarnya.

Selain mengembangkan vaksin secara mandiri, penyediaan vaksin untuk masyarakat Indonesia juga dilakukan melalui upaya kerja sama dengan pihak luar negeri.

Meski ada yang dibeli langsung dari luar negeri, tapi pemerintah lebih mengutamakan ada kerjasama yang melibatkan transfer teknologi misalnya paling tidak untuk memindahkan vaksin yang dikirim dari luar ke dalam botol-botol yang nantinya kemudian didistribusikan untuk keperluan vaksinasi.

"Kita sudah sudah membangun kerjasama, tidak hanya dengan China atau AstraZeneca tapi juga dengan Korea juga dengan Turki. Intinya kita mendorong kerja sama selama itu tentunya menguntungkan buat Indonesia," terangnya.(gw/fin)

Admin
Penulis