News . 20/10/2020, 11:33 WIB
JAKARTA - UU Omnibus Law Cipta Kerja disebut pemerintah sebagai salah satu prioritas transformasi utama, termasuk untuk pemulihan ekonomi pasca pandemi. Mulai dari menarik investasi sampai dengan pemangkasan regulasi.
Hanya saja, tidak semua pihak optimis. Anggota DPR RI Anis Byarwati misalnya. Ia memberikan beberapa catatan kritis. Terutama mengenai seberapa besar aturan ini dapat membantu ekonomi Indonesia pulih setelah tertekan pandemi Covid-19.
Ia menilai, aturan sapu jagat ini memiliki beberapa titik kelemahan. “Pertama, kelemahan itu berawal dari minimnya penjelasan tentang arah RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Pemerintah menyebut perbaikan iklim investasi namun tidak menerangkan secara detail bagaimana RUU ini berjalan memperbaiki roda perekonomian Indonesia,” ujarnya.
“Di antara permasalahan ekonomi Indonesia yang mendasar adalah produktivitas tenaga kerja kita yang masih rendah. Menurut laporan Indeks Kompetisi Global yang dirilis World Economic Forum (WEF) pada tahun lalu, kemampuan pekerja Indonesia berada di peringkat ke 65 dari 141 negara dengan skor 64,” terangnya.
Peringkat ini, kata Anis, kalah dari negara tetangga seperti Malaysia yang berada di peringkat ke 30 dengan skor 72.5, walaupun kita masih unggul dari Thailand dan Vietnam yang berada di peringkat 73 dan 93.
Ketiga, tambah Anis, Omnibus Law RUU Cipta Kerja hanya menyentuh problem ekonomi struktural negara dengan fokus utama untuk mempermudah investasi, dan melonggarkan regulasi ketenagakerjaan bukan ke arah ekonomi fundamental (mendasar).
Jika pemerintah gagal mengatasi permasalahan fundamental ini, menurut Anis ekonomi Indonesia tidak akan bangkit dari stagnasi. Selanjutnya, Cipta Kerja dimaksudkan untuk mempermudah investasi.
“Tetapi dengan meletakkan prioritas pada isu ketenagakerjaan, ini adalah diagnosis yang keliru,” tegas Anis. Mengutip data World Economic Forum, permasalahan utama yang menghambat investasi di Indonesia adalah korupsi dan ketidakpastian hukum yang melingkupinya.
“Dengan memperhatikan poin-poin diatas, agaknya kita tidak bisa berharap Omnibus Law akan menjadi solusi terhadap permasalahan ekonomi Indonesia di tengah pandemi COVID-19,” tuturnya.
Terpisah, Pengamat ekonomi Edyanus Herman Halim mengatakan Undang-undang Cipta Kerja dapat memberikan kesempatan bagi UMKM untuk memperoleh izin usaha dengan lebih cepat dan mudah. "Memberi kesempatan UMKM untuk mendirikan dan mengembangkan usaha," katanya, Senin (19/10).
Ia menilai kemudahan tersebut bisa membuat pelaku usaha kecil tidak perlu lagi mengurus berbagai perizinan seperti Surat Izin Tempat Usaha (SITU), Surat Usaha Industri (IUI), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), dan izin lingkungan.
"Sekarang diberikan kesempatan, bukalah usaha seluas-luasnya. Supaya ada tenaga kerja yang diserap. Cuma pemerintah akan mengawasi, agar UMKM tidak mengganggu ketertiban umum dan masyarakat. Kalau ada yang melanggar, itu sebaiknya dibina," katanya.
Herman mengharapkan publik tidak perlu memiliki kekhawatiran yang berlebihan atas adanya regulasi ini, terutama terkait isu masuknya tenaga asing, karena hal ini akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).
"Nanti dipertegas melalui peraturan pemerintah. Boleh masuk, tetapi ada ketentuan tindak lanjut. PP (Peraturan Pemerintah) untuk menindaklanjuti dan membuat kriteria, membuat sertifikasi. Jadi jelas tenaga asing yang masuk," tandasnya. (khf/fin)
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com