News . 12/10/2020, 10:00 WIB
JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengingatkan agar dosen tidak memprovokasi mahasiswanya terkait UU Cipta Kerja. Anjuran tersebut dinilai sebagai upaya pemerintah menjadikan lembaga pendidikan sebagai pelayan kepentingan politik penguasa.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemendikbud menerbitkan surat imbauan agar dosen tidak memprovokasi mahasiswa berdemonstrasi menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Imbauan tersebut tertuang dalam surat bernomor 1035/E/KM/2020 yang ditandatangani oleh Dirjen Dikti Nizam pada 9 Oktober lalu.
Penerbitan surat imbauan tersebut dibenarkan Humas Ditjen Dikti, Nita Nurita. "Ya benar," ujarnya, Minggu (11/10).
Selain itu, Dikti juga meminta agar para mahasiswa tak melakukan aksi demo untuk menyuarakan aspirasinya jika hal itu dapat membahayakan mahasiswa.
"Mengimbau para mahasiswa/i untuk tidak turut serta dalam kegiatan demonstrasi/unjuk rasa/ penyampaian aspirasi yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan para mahasiswa," tulis surat itu.
Larang Mahasiswa Demo UU Cipta Kerja, Aliansi Akademisi Desak Dirjen Dikti Cabut Imbauan
Kami mendesak Dirjen Kemendikbud untuk tidak berupaya membungkam aspirasi civitas akademika dalam menyampaikan pendapat menolak berlakunya UU Cipta Kerja.
"Kami mendesak Dirjen Kemendikbud tidak berupaya membungkam aspirasi civitas akademika dalam menyampaikan pendapat menolak berlakunya UU Cipta Kerja dengan mencabut surat imbauan kepada perguruan tinggi mengenai larangan demonstrasi," tegasnya dalam keterangan tertulisnya.
Dikatakannya, secara institusional perguruan tinggi memiliki otonomi dalam menjalankan fungsi tridarma perguruan tinggi. Karenanya, perguruan tinggi seharusnya bebas dari segala bentuk intervensi politik.
"Tanggung jawab perguruan tinggi dalam memproduksi dan mendiseminasikan pengetahuan hanya kepada kebenaran, bukan kepada penguasa," katanya.
"Demonstrasi adalah tindakan konstitusional. Aksi demo juga bentuk respons atas buntunya saluran kritis lainnya yang telah disampaikan lewat kertas kebijakan (policy paper), karya ilmiah, maupun opini di media," ungkapnya.
Perwakilan Aliansi lainnya, Wendra Yunaldi mengatakan surat imbauan dari Dikti adalah bentuk intervensi politik terhadap independensi dosen. Imbauan tersebut juga semacam cara merendahkan seolah mahasiswa tak memiliki independensi dalam bersikap.
Koordinator Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim menilai surat tersebut sebagai kontradiktif dengan imbauan Kemendikbud yang meminta kampus menyosialisasikan UU Cipta Kerja. Sebab Draf Final UU Ciptakerja hingga saat ini tidak bisa diakses baik oleh kalangan akademisi, aktivis masyarakat sipil, bahkan oleh publik pada umumnya.
“Apalagi ditambah keterangan DPR jika draf tersebut belum final, lantas yang disahkan ketika Sidang Paripurna itu apa? Jadi apanya yang harus disosialisasikan oleh universitas?,” ungkapnya.
Dikatakannya, Kemendikbud sudah membuat program ‘Merdeka Belajar’ dan ‘Kampus Merdeka’, bahkan jadi slogan dimana-mana. Adanya intervensi tersebut menjadikan kampus tidak lagi merdeka. ‘Kampus Merdeka’ tak ubahnya hanya sekadar jargon, di saat Kemendikbud mencabut kemerdekaan akademik universitas sebagai lembaga yang berfungsi mengembangkan nalar kritis.
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com