Pakar hukum tatanegara Margarito Kamis mendorong agar masyarakat atau buruh yang menolak UU Cipta Kerja mengajukan judicial review (JR) atau uji materi ke MK.
BACA JUGA: AHY Minta Maaf ke Kaum Buruh, Denny Siregar: Mirip Ayahnya Kalau Main Drama
Menurutnya, dari sudut ilmu hukum, nama UU Cipta Kerja dan muatannya sudah bermasalah. Sebab, UU Cipta Kerja menggugurkan muatan dalam undang-undang yang lain."Dalam ilmu hukum, tidak ada yang mengatur seperti UU Cipta Kerja. Yaitu, satu undang-undang menggugurkan banyak undang-undang yang lain. Seharusnya, jika ingin mengganti UU, harus membuat UU baru," katanya.
Dia juga mengatakan dari sisi konstitusi, UU Cipta Kerja jelas bermasalah. Sebab, UU yang menggunakan sistem omnibus law yang tidak memberikan kepastian hukum.
"Bisa saja pada saat tertentu menggunakan UU omnibus law dan pada waktu berbeda menggunakan UU yang lain," ujarnya.
Karenanya dia mendorong masyarakat mengajukan judical review. MK pun harus mengambil keputusan agar kondisi bangsa tidak semakin kacau. MK harus memastikan apakah UU itu masuk akal dan sudah sesuai dengan konstitusi.
’’Saya berpendapat ini tidak sesuai konstitusi. Kenapa tidak sesuai, karena UU itu ingin menciptakan ketidakpastian hukum,” tegasnya.
BACA JUGA: Zaskia Adya Mecca Larang Anaknya Main dengan Tetangga, Netizen Pro dan Kontra
Ketua DPR Puan Maharani pun meminta bagi pihak yang tidak puas dipersilakan mengajukan judicial review ke MK."DPR melalui fungsi pengawasan akan terus mengevaluasi saat UU tersebut dilaksanakan dan akan memastikan bahwa Undang Undang tersebut dilaksanakan untuk kepentingan nasional dan kepentingan rakyat Indonesia," ujarnya.
Pengesahan UU tersebut menurutnya, melalui pembahasan yang intensif dan dilakukan secara terbuka, cermat, dan mengutamakan kepentingan nasional, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang.
"Melalui UU Cipta Kerja, diharapkan dapat membangun ekosistem berusaha di Indonesia yang lebih baik dan dapat mempercepat terwujudnya kemajuan Indonesia," katanya.
Sedangkan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mengaku tak masalah jika ada pihak yang ingin melakukan judicial review. Sebab, sebelumnya ada banyak produk DPR yang mengalami hal serupa.
"Diuji materi di MK bukan hanya ini. Jadi tolong cek statistiknya, saya punya data yang diuji di MK, undang-undang produk DPR dan pemerintah itu cukup banyak. Jadi bukan hanya ini," ujarnya.
Meski begitu, ia memastikan bahwa UU Cipta Kerja akan disosialisasikan anggota DPR selama masa reses. Termasuk menampung aspirasi masyarakat di daerah pemilihan (Dapil) masing-masing.
BACA JUGA: Din Syamsuddin Ingatkan Moeldoko: Jangan Main Lempar Ancaman, KAMI Bukan Pengecut!
"Setiap anggota ini turun ke daerah turun ke dapil, sekaligus mensosialisasikan apa yang telah dilakukan DPR pada masa sidang pertama 2020-2021," kata Azis.Tetapi tugas utama untuk mensosialisasikan UU Cipta Kerja, kata Azis, merupakan tugas utama Kementerian Hukum dan HAM. Sebab, bobot satuan kerja DPR untuk mensosialisasikan undang-undang hanya 30 persen.
"Beban DPR dalam mensosialisasikan 30 persen, karena apa, karena tugas dan fungsi DPR itu membuat undang-undang bersama pemerintah, mengawasi roda jalannya pemerintahan harus berdasarkan undang-undang," ujar Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu.
Sebelumnya DPR mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang. Persetujuan diambil dalam Rapat Paripurna Masa Sidang IV tahun sidang 2020-2021 yang digelar di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/10) sore.