JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah menilai, para pembantu Presiden Joko Widodo, kerap melihat suara kritis oposisi menggunakan kacamata pra-reformasi dan pra-demokrasi. Padahal Presiden telah berungkali mengatakan bahwa sikap kritik bukan berarti sikap bermusuhan.
"Presiden berkali-kali mengatakan bahwa sikap kritis tak menghalangi kita untuk bersahabat. Jangan-jangan banyak anggota kabinet yang punya agenda pribadi." Ujar Fahri melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (3/10).
Fahri mengungkapkan hal itu, diduga berkaitan dengan pernyataan Kepala Staf Kepresiden Moeldoko yang mengancam Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) agar tidak menganggu stabilitas negara.
Fahri Hamzah mengatakan, pengritik bukan sekedar teman baik pemerintah tetapi bahkan teman sejati. Dalam negara demokrasi bahkan keberadaan oposisi adalah syarat bagi demokrasi iti sendiri.
"Tapi pemerintah selalu nampak mengirim sinyal ganda. Gamang di depan corona gamang juga di depan oposisi." Katanya.
Sementara itu, lanjut Fahri, sinyal kepercayaan diri pemerintah bahkan negara nampak dari sikap tenang menghadapi oposisi dan perbedaan pendapat. Semakin tenang ia nampak makin besar dan gagah kuasa. Semakin panik maka ia nampak makin kecil dan lemah.
"Kita sangat berharap para pemimpin memahami situasi. Lalu dengan cara yang arif memimpin sebuah orkestra rekonsiliasi. Ini sama sekali berarti orang tidak boleh kritik dan berpendapat. Tapi suara negara dan pemerintah harus menjadi kiblat bagi sikap positif bersama." Beber eks Wakil Ketua DPR RI ini. (dal/fin).