News . 01/10/2020, 11:00 WIB
JAKARTA - Persoalan netralitas menjadi isu utama di Pilkada Serentak 2020. Penjabat Sementara (Pjs) maupun pelaksana tugas (Plt) di daerah diwarning agar tidak membuat konflik. Sebab, ada indikasi beberapa di antaranya tidak netral. Jika ada yang melanggar, sanksi pidana sudah menanti.
"Saya mendengar ada beberapa pejabat yang belum dilantik sudah menyampaikan akan tumbangkan si A, akan tumbangkan si B. Semua pejabat pengganti atau pelaksana tugas harus netral di Pilkada 2020. Kalau tidak netral berpotensi menimbulkan konflik. Jadi mohon kepada rekan-rekan kepala daerah, baik yang definitif, Pjs maupun Plt untuk menghindari konflik," kata Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dalam Rapat Koordinasi Analisa dan Evaluasi Pelaksanaan Pilkada Serentak Tahun 2020 di Kantor Kemendagri, Jakarta, Rabu (30/9).
Mantan Kapolri itu memastikan akan memberikan sanksi jika Pjs maupun Plt terbukti tidak netral di Pilkada. "Kalau sampai terjadi, saya akan menggunakan instrumen-instrumen yang ada untuk memberikan sanksi bila memang terbukti. Bahkan dari sudut pidana juga bisa kena. Jadi tolong ambil posisi netral. Tidak perlu keluarkan suara-suara yang membuat satu pasangan calon lain menjadi antipati dan tidak percaya kepada rekan-rekan kepala daerah," tegasnya.
"Jangan membuat black campaign, kampanye-kampanye bohong. Positif campaign itu masih bisa, negatif campaign juga biasa. Tapi black campaign, kampanye hitam yang berisi kebohongan itu tidak boleh. Itu jelas perbuatan adalah pidana," tutur mantan Kapolda Metro Jaya ini.
Untuk mengawasi hal tersebut, Tito meminta setiap aparat memiliki Liaison Officer atau LO yang berasal dari penegak hukum, di tiap-tiap paslon. Menurutnya, LO tersebut akan mengawasi potensi adanya kampanye hitam dan pelanggaran hukum lainnya.
Pada kesempatan itu, Tito juga menyampaikan masih ada daerah yang belum 100 persen mentransfer dana Pilkada 2020 ke penyelenggara pemilu dan pengamanan. Penyelenggara pemilu tersebut adalah KPU dan Bawaslu. Sedangkan pengamanan yakni TNI dan Polri (selengkapnya lihat grafis, Red).
"Saya minta betul hal ini segera dituntaskan. Sekarang sudah masuk tahapan inti. Jangan lupa pengamanan bukan pada saat kampanye maupun pemungutan dan penghitungan suara. Pengamanan itu sejak tahap awal," terangnya.
Terpisah, anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus, menilai penerapan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) nomor 13 tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pilkada Serentak dalam Kondisi Bencana Non-alam COVID-19, sudah tegas.
"Tidak boleh lengah dan kendor di lapangan. Karena masih ada tahapan-tahapan pilkada berikutnya yang harus diwaspadai. Prinsipnya penegakan disiplin protokoler kesehatan harus berjalan sesuai aturan PKPU," kata Guspardi di Jakarta, Rabu (30/9).
Jika ada indikasi kerumunan dan keramaian, penegak hukum dapat mengantisipasi dengan melakukan peringatan. Jika diabaikan, maka harus dibubarkan. "Apabila ada indikasi pelanggaran pidana, penegak hukum bisa menggunakan UU yang lain. Seperti UU Kesehatan," imbuhnya.
Menurutnya, sinergitas antar lembaga mulai dari KPU, Bawaslu, DKPP, Polri dan dibantu TNI, menghasilkan kinerja yang baik sampai tahapan saat ini. "Semua stakeholder telah menunjukkan kebersamaan dan kekompakannya. Ini tercermin saat proses pengundian nomor urut pasangan calon dan dua hari pelaksanaan kampanye berjalan lancar dengan penerapan protokol kesehatan," pungkas Guspardi. (rh/fin)
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com