"Lokasi-lokasi endapan tsunami purba tersebut berada hingga 2,5 km dari garis pantai. Artinya, tsunami merangsek daratan setidaknya sampai 2,5 km," ungkapnya.
Diterangkannya, jika lempeng di selatan Jawa sepanjang 800 km bergeser, gempa magnitudo 9 dapat terjadi. Sebagai gambaran, tsunami Aceh 2004 dipicu gempa magnitudo 9,1 akibat pergeseran lempeng sepanjang 1.300 km.
BACA JUGA: Dul Jaelani dan Tissa Biani Kepergok Tracking Bareng, Netizen: Semoga Berjodoh
"Tsunami Jepang 2011 dipicu gempa magnitudo 9 akibat pergeseran lempeng sepanjang 500 km," katanya.Dilanjutkannya, berdasarkan hitungan hipotetik MacCaffrey (ahli geofisika Amerika), jalur subduksi selatan Jawa berpotensi memicu gempa magnitudo 9,6 yang berulang 675 tahun sekali. Kalkulasi serupa untuk pantai barat Sumatera adalah 525 tahun.
"Penelitian tsunami berhasil mengkonfirmasi hitungan hipotetik itu, bahwa tsunami serupa 2004 pernah terjadi 550 tahun lalu," ungkapnya.
Dikatakannya, sebagai perbandingan, tsunami Jepang 2011 pernah terjadi 1.142 tahun lalu, tercatat di suatu kitab kuno dan dikenal sebagai tsunami Jogan. Begitu pun gempa magnitudo 9,5 di Chili tahun 1960 yang memicu tsunami raksasa juga pernah terjadi sebelumnya pada 1575.
Eko juga meminta untuk diperhatikan hasil penelitian mutakhir endapan tsunami di dalam Gua Laut di Aceh selama kurun 7.400 tahun terakhir menunjukkan, perulangan tsunami dan gempa tidak benar-benar periodik. Dalam satu periode waktu tertentu, tsunami lebih sering terjadi daripada periode lainnya.
BACA JUGA: LPDB-KUMKM Santuni Pedagang Pasar Cempaka Putih Korban Kebakaran
"Ini sebuah pesan kuat bahwa masyarakat harus senantiasa siap siaga sepanjang waktu guna menghadapi ancaman gempa dan tsunami," tegasnya.Eko pun sepakat dengan Dwikorita yang perlu mengedepankan mitigasi bencana dalam menyikapi potensi bencana yang ada di Indonesia.
Menurut dia, pengembangan wilayah pesisir selatan Jawa sebagai pusat-pusat perekonomian dipastikan akan meningkatkan risiko bencananya khususnya tsunami.
Oleh karenanya, dia mengatakan sudah selayaknya pemerintah menghitung ulang analisis risikonya sehingga upaya pengurangan risiko dapat dilakukan menyatu dengan segala kegiatan pembangunan.
"Bencana selalu berulang, menimbulkan kerugian harta dan jiwa sangat besar," ujarnya.(gw/fin)