News . 24/09/2020, 02:33 WIB
JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) kembali mengingatkan akan dampak curah hujan dan kerentanan tanah pada sejumlah daerah di Indonesia. Bahkan, pada masa peralihan musim perlu diwaspadai adanya potensi cuaca ekstrem seperti hujan lebat dalam durasi singkat yang dapat disertai kilat, petir dan angin kencang, angin puting beliung, bahkan fenomena hujan es.
Dan dari laporan BNPB, beberapa daerah telah mengalami peristiwa tersebut seperti di Kabupaten Cirebon, Sukabumi, Aceh Barat Daya, menjadi cermin bagi masyarakat untuk terus meningkatkan kewaspadaan sejak dini.
Bencana banjir bandang Sukabumi misalnya, telah mengakibatkan dua warga meninggal dunia dan seorang warga masih dalam proses pencarian. Sementara itu ada 10 orang luka-luka yang dilarikan ke Rumah Sakit terdekat. Menurut data yang dirangkum hingga Rabu (23/9) pukul 13.00 WIB, peristiwa tersebut telah berdampak pada 176 KK/525 jiwa dan sebanyak 78 jiwa terpaksa harus mengungsi.
Banjir bandang Sukabumi merupakan dataran rendah yang berada di bawah kaki Gunung Salak dan dilalui beberapa sungai, yakni Sungai Citarik-Cipeuncit dan Sungai Cibojong. Menurut monitoring bahaya Banjir Bandang InaRisk BNPB, wilayah yang terdampak itu memiliki indeks bahaya sedang hingga tinggi terhadap banjir bandang.
Di sisi lain, berdasarkan pantauan GPM-NASA (inaWARE) dalam 24 Jam terakhir sebelum kejadian, wilayah hulu atau di sebelah utara Sukabumi maupun di wilayah yang terdampak mengalami curah hujan Sedang-Tinggi dengan intensitas hingga-120 mm. Hujan dengan intensitas tinggi tersebut menyebabkan massa air di daerah hulu menjadi semakin besar.
Berikutnya, berdasarkan analisis citra Himawari-8 LAPAN, sebelum terjadinya banjir bandang pada pukul 16.40 WIB, hujan terdeteksi terjadi sejak pukul 15.30 WIB dengan intensitas sedang 40 mm/jam kemudian semakin meningkat menjadi 100 mm/jam pada pukul 16.40.
Intensitas hujan tertinggi berada pada bagian hulu yaitu di sekitar Gunung Salak. Pantauan tersebut menimbulkan adanya kemungkinan hujan yang terakumulasi dalam 24 jam terakhir menjadi tertampung di daerah hulu kemudian meluap dan menghancurkan bendung alami yang diduga terbentuk dibagian hulu sungai.
Analisis meteorologi BMKG berdasarkan citra radar, tampak bahwa pada pukul 14.08 WIB, Senin 21 (21/9) terdapat pertumbuhan awan konvektif di Sukabumi bagian utara dan Selatan. Awan Konvektif tersebut berupa Cumulunimbus (CB) yang terbentuk sangat cepat dan intensif. Dari hasil analisa tersebut, kesimpulan yang didapat adalah bahwa meluapnya Sungai Citarik-Cipeucit dan Sungai Cibojong menjadi faktor penyebab terjadinya banjir bandang.
Dalam 24 Jam terakhir sebelum kejadian wilayah hulu, atau di sebelah utara Sukabumi maupun di wilayah terdampak mengalami curah hujan Sedang-Tinggi dengan intensitas hingga-120 mm. Intensitas hujan tertinggi berada pada bagian hulu yaitu di sekitar Gunung Salak. Kemungkinan hujan yang terakumulasi dalam 24 jam terakhir yang tertampung di daerah hulu kemudian meluap dan menghancurkan bendung alami yang diduga terbentuk dibagian hulu sungai.
Berdasarkan laporan dari BPBD Kabupaten Cirebon, bencana yang juga dipicu oleh faktor cuaca tersebut juga berdampak pada 33 KK/48 jiwa. Adapun sebanyak 25 unit rumah dilaporkan rusak ringan (RR) atas peristiwa tersebut. BPBD Kabupaten Cirebon telah melakukan kaji cepat dan berkoordinasi dengan instansi terkait serta membantu percepatan penanganan dampak bencana tersebut.
Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Raditya Jati mengatakan, hujan dengan intensitas tinggi memicu banjir dan tanah longsor di wilayah Aceh Barat Daya, Provinsi Aceh, pada Rabu (23/9) pukul 17.23 WIB. Struktur tanah yang labil juga menjadi pemicu terjadinya tanah longsor.
Laporan sementara Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Aceh Barat Daya menyebutkan enam kecamatan terdampak, yakni Blangpidie (Desa Mata Le dan Alu Mangota), Kecamatan Susoh (Padang Baru dan Pulau Kayu), Kecamatan Tangan Tangan (Gunung Cut.
Pantauan sementara beberapa rumah warga terendam dengan ketinggian muka air 30 hingga 50 cm. Dampak lain yaitu longsoran yang menutup akses jalan nasional di Desa Gunung Samarinda.
Merespon kejadian ini, tim reaksi cepat (TRC) BPBD Aceh Barat Daya menuju titik-titik terdampak dan melakukan kaji cepat. Pemerintah daerah setempat juga menurunkan alat berat untuk membersihkan material tanah longsor di Desa Gunung Samarinda. ”BNPB terus memonitor perkembangan penanganan darurat dan melakukan koordinasi dengan Pusat Pengendali Operasi BPBD Kabupaten Aceh Barat Daya,” jelas Raditya Jati dalam keterangan tertulis yang diterima Fajar Indonesia Network (FIN).
Aceh Barat Daya termasuk kabupaten memiliki tingkat risiko bahaya banjir dengan kategori sedang hingga tinggi. Teridentifikasi 9 kecamatan seluas 30.980 hektare yang memiliki potensi bahaya tersebut, sedangkan populasi terpapar dengan potensi bahaya banjir sebanyak 71.453 jiwa. Sedangkan tanah longsor, kabupaten ini juga memiliki tingkat risiko dengan kategori sedang hingga tinggi yang teridentifikasi di 8 kecamatan. Jumlah populasi terpapar potensi bahaya tanah longsor sebanyak 6.860 jiwa.
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com