News . 21/09/2020, 10:00 WIB
JAKARTA - Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) baru terkait penerapan protokol kesehatan di Pilkada saat pandemi COVID-19 tak diperlukan. Sebab sudah ada aturan KPU Nomor 10 Tahun 2020 dan UU wabah penyakit menular serta UU karantina kesehatan.
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan pihaknya mengusulkan pemerintah menerbitkan Perppu kedua terkait Pilkada. Ada lima usulan KPU mengenai Perppu untuk menyesuaikan Pilkada di tengah pandemi.
"Agar pengaturan tahapan-tahapan Pilkada lebih sesuai dengan protokol pencegahan COVID-19, maka KPU mengajukan beberapa usulan untuk penyusunan Perppu," ujarnya, Minggu (20/9).
Disebutkannya, usulan pertama adalah metode pemungutan suara ditambah dengan metode Kotak Suara Keliling (KSK). Sebab hingga saat ini metode pemungutan suara hanya melalui TPS. Menurutnya metode KSK yang biasa digunakan untuk pemilih di luar negeri, dapat diterapkan di tengah pandemi.
Usulan kedua, lanjutnya, adalah pembatasan pemungutan suara. Pemungutan suara mulai pukul 07.00 hingga 15.00 WIB. Tujuannya untuk mengurai waktu kedatangan pemilih dan menghidari kerumunan.
Selanjutnya, usulan penambahan aturan rekapitulasi suara secara elektronik. Diebutkannya, KPU saat ini tengah membangun sistem e-Rekap. Hanya saja KPU perlu payung hukum yang kuat penerapan e-Rekap.
"Kami perlu payung hukum yang lebih kokoh di Perppu. Sedangkan pengaturan secara teknisnya nanti akan diatur dalam Peraturan KPU," kata dia.
Keempat, diusulkan agar kampanye dilakukan dalam bentuk rapat umum. Sementara kegiatan kebudayaan, olahraga, perlombaan, dan kegiatan sosial, hanya dibolehkan secara daring. Kegiatan ini awalnya memunculkan polemik karena KPU masih membolehkan konser saat kampanye saat pandemi.
Ulusan kelima atau terakhir yaitu mengenai sanksi pelanggar protokol kesehatan COVID-19. KPU mengusulkan pelanggar mendapatkan sanksi pidana atau administrasi yang dapat diberikan oleh Bawaslu atau penegak hukum lain.
"Sanksi pidana pelanggar protokol pencegahan COVID-19. Kami mengusulkan beberapa bentuk sanksi pidana dan/atau administrasi, yang penegakan hukumnya dapat dilakukan oleh Bawaslu maupun aparat penegak hukum lain," ujarnya.
Menurutnya, usulan Perppu ini sudah disampaikan dalam rapat di Kementerian Koordinator Polhukam. Namun, soal apakah akan dikeluarkan atau tidak itu menjadi kewenangan pemerintah.
Menanggapi itu, anggota Komisi II DPR Zulfikar Arse Sadikin mengatakan Perppu baru terkait Pilkada tak diperlukan. Menurutnya, pokok permasalahan pelanggar protokol kesehatan yang selama ini disorot dalam pelaksanaan Pilkada sudah tertuang di Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2020 serta UU Wabah Penyakit Menular dan UU Kekarantinaan Kesehatan yang mengatur sanksi.
"Persoalannya bukan pada kekosongan hukum untuk penegakan protokol kesehatan pada tiap tahapan Pilkada beserta sanksinya, sehingga perlu ada Perppu. Namun pada koordinasi dan kolaborasi antara Pemerintah, Penyelenggara, dan Aparat Penegak Hukum dalam menegakkan aturan tersebut," katanya.
"Apa yang sekarang dilakukan oleh Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum dengan menggelar Operasi Yustisi sudah bagus. Tinggal ditingkatkan dan difokuskan juga ke 270 Daerah yang melaksanakan Pilkada," katanya.
Berbeda dengan yang diungkapkan politisi NasDem Saan Mustofa. Wakil Ketua Komisi II DPR ini justru sangat mendukung penerbitan Perppu baru Pilkada yang akan mengatur penyelenggaraan di tengah pandemi.
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com