JAKARTA - Ucapan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan soal DKI Jakarta 'menarik rem darurat' dipersoalkan. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md mengatakan, polemik ini terjadi akibat ada kesalahan dalam tata kata.
"Karena ini tata kata, bukan tata negara. Akibatnya kacau kayak begitu," kata Mahfud dalam seminar nasional Evaluasi 6 Bulan dan Proyeksi 1 Tahun Penanganan Covid-19 di Indonesia secara daring, Sabtu (12/9).
Mahfud mengatakan, sejak awal Pemerintah Pusat telah mengetahui bahwa DKI Jakarta akan menerapkan Pembatasan Sosial (PSBB). Menurut Mahfud, PSBB tarnsisi juga belum dicabut. Akan tetapi, kata 'menarik rem darurat' ini yang menjadi persoalan.
"Pemerintah tahu bahwa Jakarta itu harus PSBB dan belum pernah dicabut. PSBB itu sudah diberikan, ya, sudah lakukan. Yang jadi persoalan itu, Jakarta itu bukan PSBB-nya, melainkan yang dikatakan Pak Qodari (Direktur Eksekutif Indobaremeter) itu rem daruratnya," kata Mahfud.
Mahfud mengatakan bahwa PSBB itu sudah menjadi kewenangan daerah. Namun, perubahan-perubahan kebijakan dapat diterapkan dalam range tertentu.
"Misalnya, di daerah tertentu PSBB dilakukan untuk satu kampung. Di sana, diberlakukan untuk satu pesantren. Di sana, diberlakukan untuk pasar, begitu," kata Mahfud.
Mahfud menilai, tata kata soal 'menarik rem darurat' seolah merupakan kebijakan baru. Sehingga kalimat itu membuat kejutan di tengah publik, hingga berdampak pada perekonomian.
"Seakan-akan ini baru. Secara ekonomi, kemudian mengejutkan. Akibatnya, setelah PSBB total diumumkan, esoknya, pukul 11.00 WIB para ahli ekonomi menginformasikan bahwa negara mengalami kerugian sekitar Rp 297 triliun." Ujar Mahfud. (dal/fin).