Libatkan PPATK Awasi Cakada

fin.co.id - 12/09/2020, 10:00 WIB

Libatkan PPATK Awasi Cakada

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusulkan agar Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dilibatkan dalam mencegah praktik politik uang selama pagelaran Pilkada 2020. Pasalnya, PPATK memiliki kewenangan untuk melacak transaksi keuangan para calon kepala daerah (cakada).

"Dalam upaya mencegah korupsi dan dan kekurangan dalam praktek Pilkada yang akan datang itu, maka kemudian KPK memberikan rekomendasi yaitu pertama perlu kerja sama dan koordinasi dengan PPATK," ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam diskusi daring bertajuk Memastikan Pilkada Sehat: Menjauhkan COVID-19 dan Korupsi', Jumat (11/9).

Ia mengungkapkan, berdasarkan hasil kajian KPK, sedikitnya terdapat 82 persen calon kepala daerah yang disinyalir disponsori oleh pihak tertentu dalam kontestasi Pilkada 2020. Ia pun mengingatkan para calon kepala daerah agar tidak berlaku curang dalam pilkada tahun ini.

"Karena faktanya dalam kajian KPK sebelumnya, ada sekitar 82 persen Pilkada itu calon-calon kepala daerahnya didanai oleh sponsor, tidak didanai oleh pribadinya. Sehingga, itu menunjukkan nanti akan ada aliran-aliran dana dari sponsor kepada calon kepala daerah," kata dia.

Ia turut mengusulkan supaya dibuat peta risiko praktik korupsi atau penyimpangan dalam penyelenggaraan Pilkada berbasis karakteristik wilayah. Hal itu juga menjadi salah satu antisipasi kecurangan ataupun money politics dalam Pilkada 2020.

"Jadi perlu kemudian pemetaan, karena antara Aceh sampai Papua karakteristik-karakteristik kerawanannya berbeda-beda, ada berbasis mungkin berbasis agama, berbasis ketimpangan sosial dan lain-lain. Itu perlu dipertahankan karena masing-masing daerah memiliki spesialisasi," kata dia.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD khawatir dana sponsor dapat berdampak buruk secara sistemis. Ia memandang, hal itu dapat menyebabkan tak hanya korupsi uang, bahkan juga korupsi kebijakan.

"Belum lagi permainan seperti yang dikatakan Pak Ghufron tadi di mana calon-calon itu 82 persen dibiayai. Itu berdampak apa? Melahirkan kebijakan sesudah pemilih, melahirkan korupsi kebijakan," kata Mahfud.

Menurut Mahfud, korupsi kebijakan berbahaya karena sifatnya berbeda dengan korupsi uang. Dia menyatakan, korupsi kebijakan tak bisa dihitung kerugiannya, berbeda dengan korupsi uang.

"Korupsi uang kan bisa dihitung, tapi kalau kebijakan dalam bentuk lisensi penguasaan hutan, lisensi penguasaan tambang, yang sesudah saya periksa itu ternyata ada tumpang tindih," ucapnya. (riz/gw/fin)

Admin
Penulis