RI Kembali Rangkul Dua Perusahaan Farmasi Cina

fin.co.id - 22/08/2020, 11:35 WIB

RI Kembali Rangkul Dua Perusahaan Farmasi Cina

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Indonesia kembali menjajaki kerja sama vaksin dengan dua perusahaan farmasi asal Cina yakni Sinopharm dan CanSino. Penjajakan ini di luar kerja sama antara Bio Farma dengan Sinovac.

Hal itu disepakati di sela pertemuan bilateral antara Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir dengan Menlu Cina Wang Yi serta beberapa pihak terkait di Sanya, Provinsi Hainan, Cina.

Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi mengatakan, bahwa Indonesia melihat adanya komitmen kuat dari sejumlah industri farmasi Cina untuk melakukan kerja sama vaksin dengan Indonesia.

Menurutnya, ada dua yang ditandatangani untuk ketersediaan vaksin, yang pertama Preliminary Agreement of Purchase and Supply of Bulk Product of Covid-19 Vaccine.

BACA JUGA:  Lesti Umbar Kebiasaan Buruk Rizky Billar, Rossa dan Irfan Hakim Terkejut

"Indonesia menilai, pentingnya jumlah vaksin yang memadai, tepat waktu, aman dan dengan harga yang terjangkau," kata Retno dalam media secara daring, Jumat (21/8).

Retno menuturkan, dalam kesepakatan tersebut terbangun sebuah komitmen ketersediaan supply bulk vaksin hingga 40 juta dosis mulai November 2020 - Maret 2021. Sementara itu, dokumen kedua yang ditandatangani oleh Sinovac dan Biofarma adalah MoU untuk komitmen Kapasitas Bulk Vaksin 2021.

"Ini berarti, Sinovac akan memberikan prioritas kepada Biofarma untuk ketersediaan vaksin setelah Maret 2021 hingga akhir 2021," ujarnya.

BACA JUGA:  Bantu Angkat Ekspor, BNI Berikan Kredit untuk Importir Produk Indonesia

Sementara itu, Erick Thohir yang juga sebagai Ketua Pelaksana Komite Penanganan dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) menilai, bahwa kerjasama Biofarma dengan Sinovac adalah sebuah kerja sama yang win-win, artinya saling menguntungkan karena akan memanfaatkan transfer pengetahuan dan teknologi.

"Bahwa Biofarma tidak hanya tukang jahit saja," kata Erick Thohir

Erick menjelaskan, kerja sama ini adalah bentuk kerja sama yang saling menularkan pengetahuan dan teknologi mengenai perkembangan masing-masing penelitian. Ia juga memastikan, bahwa transfer teknologi dan bukan hanya sekedar membeli.

"Indonesia membutuhkan jumlah vaksin yang memadai dengan harga terjangkau. Dengan begitu, imunisasi massal dapat segera dilakukan awal tahun depan," tuturnya.

BACA JUGA:  Bantu Angkat Ekspor, BNI Berikan Kredit untuk Importir Produk Indonesia

Setelah kunjungannya ke Cina, kedua menteri akan mengunjungi Uni Emirat Arab (UEA) untuk kerja sama vaksin, dan kepentingan bilateral lainnya.

"Transfer pengetahuan dan teknologi tetap menjadi poin utama dalam kerja sama pembelian vaksin dari negara manapun," pungkasnya.

Dapat disampaikan, CanSino Biologics tengah mengembangkan vaksin berdasarkan adenovirus yang disebut Ad5, bekerja sama dengan Institut Biologi di Akademi Ilmu Kedokteran Militer Cina. Saat ini, vaksin yang dikembangkan CanSino sudah masuk dalam uji coba keamanan Fase 3.

BACA JUGA:  Detik-detik Kristologi Ustaz Insan Mokoginta Meninggal Saat Tahiyat Akhir Salat

CanSino berhasil menerbitkan hasil uji coba keamanan Fase 1 pada Mei lalu. Dua bulan kemudian, yakni pada Juli 2020, mereka melaporkan telah melakukan uji coba Fase 2 yang menunjukkan bahwa vaksin tersebut menghasilkan respons imun yang kuat.

Pada 9 Agustus lalu, Kementerian Kesehatan Arab Saudi mengumumkan bahwa CanSino Biologics akan menjalankan uji coba Fase 3 di Arab Saudi. Pihak perusahaan kini tengah bernegosiasi dengan negara lain untuk uji coba lebih lanjut.

Sedangkan Sinopharm, saat ini bekerja sama mengembangkan dua vaksin virus tidak aktif, salah satunya dengan The Wuhan Institute of Biological Products sedangkan yang lainnya dengan Beijing Institute of Biological Products.

Uji coba Fase 1 dan 2 menunjukkan vaksin tersebut menghasilkan antibodi pada relawan. Namun beberapa diantaranya mengalami demam dan efek samping lain.

Pada Juli lalu, mereka meluncurkan uji coba fase 3 di Uni Emirat Arab (UEA). Sebanyak 5.000 orang menerima suntikan vaksin yang dikembangkan dengan The Wuhan Institute, sedangkan 5.000 lainnya menerima vaksin dari Beijing Institute. (der/fin)

Admin
Penulis