JAKARTA - Kesiapan pemerintah daerah dalam menghadapi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 belum 100 persen. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) masih terus memonitor progres realisasi penyaluran Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD).
Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Mochamad Ardian menyampaikan, berdasarkan data terbaru per 13 Agustus 2020, realisasi kepada KPU sebesar Rp9,855 triliun atau setara dengan 96,39 persen dari total alokasi. "Sedangkan untuk Bawaslu senilai Rp3,306 triliun atau 95,35 persen. Sedangkan untuk PAM sejumlah Rp717, 141 miliar atau setara 47,11 persen," ujar Ardian di Jakarta, Jumat (14/8).
Hingga saat ini terdapat 234 Pemerintah daerah (Pemda) yang telah transfer 100 persen dana NPHD untuk KPU. Di antaranya Provinsi Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Jambi, Bengkulu, dan Sulawesi Tengah.
“Selanjutnya, masih untuk KPU, terdapat 34 Pemda yang realisasi transfer NPHD-nya antara 40 persen sampai dengan di bawah 100 persen. Salah satunya Provinsi Sulawesi Utara yang baru 74,55 persen. Sementara itu, masih terdapat dua Pemda yang transfernya kurang dari 40 persen. Yakni Kabupaten Halmahera Utara yang baru mencapai 39.43 persen dan Kabupaten Halmahera Barat pada angka 34,99 persen,” paparnya.
Kemendagri juga mencatat 240 Pemda yang telah berhasil transfer 100 persen dana NPHD untuk Bawaslu. Di antaranya Provinsi Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan, Sumatera Barat, Kepuauan Riau, Jambi, Bengkulu, dan Sulawesi Tengah.
Sementara itu, masih untuk Bawaslu, terdapat 27 Pemda yang transfernya berada antara 40 persen sampai dengan di bawah 100 persen. Yaitu Provinsi Sulawesi Utara yang baru mencapai 68,36 persen. Juga terdapat tiga Pemda yang transfernya kurang dari 40 persen. Yaitu Kabupaten Waropen yang baru mencapai 37,33 persen, Kota Bandar Lampung 36.84 persen, dan Kabupaten Pegunungan Bintang 30,00 persen.
“Terakhir, sesuai catatan Kemendagri ada 75 Pemda yang sudah berhasil 100 persen merealisasikan NPHD-nya untuk pihak PAM. Di antaranya Provinsi Sumatera Barat, Jambi dan Kalimantan Tengah,” ucapnya.
Sementara itu, Gerakan Masyarakat Sipil Untuk Pilkada Sehat menganggap jika Pilkada Serentak penting untuk tetap dilaksanakan pada 9 Desember 2020 nanti. Pilkada serentak di 270 daerah ini harus disukseskan. Sebab, ini momentum solidaritas politik untuk kebangkitan nasional melawan pandemi COVID-19.
“Sudah hampir enam bulan kita melewati ketidakpastian akibat krisis kesehatan yang disebabkan pandemi. Kemudian, kita menghadapi krisis ekonomi dengan pertumbuhan minus yang mengarah ancaman resesi. Kita harus bergerak untuk bangkit bersama melampaui krisis ini,” ujar inisiator gerakan Ray Rangkuti di Jakarta, Jumat (14/8).
Karena itu, Pilkada Sehat adalah pilihan rasional menciptakan momen kebangkitan bangsa melalui agenda demokrasi. Yaitu menyelenggarakan pemilu yang demokratis, mempraktikkan disiplin kesehatan secara ketat , sekaligus menggerakkan aktivisme sosial ekonomi masyarakat berskala besar. "Ketiganya harus tetap berjalan secara stimultan," terang Ray.
Protokol kesehatan, lanjut Ray, harus dapat diterapkan secara sungguh-sungguh dengan disiplin tinggi pada setiap tahapan. Ini untuk menjamin keselamatan pemilih dan penyelengara pemilu.
“Penyelenggaraan Pilkada ini menciptakan peluang melalui event politik untuk melatih adaptasi kebiasaan baru secara konkrit, terukur, dan terawasi. Terlebih, pada hari pencoblosan,” jelasnya.
Seperti diketahui, Indonesia bukan satu-satunya negara yang tetap melaksanakan pilkada di tengah pandemi. Beberapa negara seperti Jerman (Bavaria), Perancis, dan Korea Selatan, tetap melaksanakan pilkada di tengah pandemi. Indonesia merujuk dan belajar dari negara-negara tersebut.
"Pilkada Serentak 2020 ini bukan hanya sarana untuk meregenerasi kepemimpinan politik di daerah. Tetapi sekaligus dapat memberikan legitimasi politik yang kuat bagi pemimpin baru di daerah merealisasikan program penanggulangan COVID-19," pungkasnya.(khf/fin/rh)