JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi yang terkontraksi minus 5,32 persen pada kuartal II/2020 tidak menyurutkan investor untuk menanamkan modalnya di Tanah Air. Ini terlihat dari indeks manajer pembelian (Purchasing Managers Index/PMI) manufaktur Indonesia di level 46,9 persen.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto mengatakan, sejak Juni 2020 terindikasi perbaikan-perbaikan sinyal positif dari perbaikan aktivitas ekonomi.
"Perbaikan terlihat dari PMI Manufaktur, Indeks keyakinan konsumen penjualan ritel dan penjualan mobil dan survei kegiatan usaha," ujar Airlangga dalam video daring, kemarin (11/8).
Ia merinci, PMI manufaktur mengalami peningkatan mencapai 46,9 persen dari sebelumnya Maret 27,5 persen, Indeks keyakinan konsumen juga naik dari 77,8 persen menjadi 83,8 persen, dan penjualan kendaraan bermotor menjadi minus 54,6 persen.
"Ada beberapa sektor yang membukukan positif, mulai dari kendaraan bermotor yang naik dari mins 82,3 persen menjadi minus 54,6 persen. Sedangkan dari segi inflasi mencerminkan agregat demand yang mengalami kenaikan sejak bulan Juli," tuturnya.
Dibandingkan dengan negara lain, kata Airlangga, ekonomi Indonesia yang negatif minus 5,32 persen, masih lebih baik ketimbang negara seperti Inggris yang sudah dua kali resesi minus 1,7 persen hingga minus 19,9 persen. Disusul Hongkong dan Singapura, Turki, Brazil, dan India.
"Diharapkan pada kuartal III dan IV, pemerintah bisa mengungkit. Sehingga secara tahunan proyeksinya kita bisa above of water," katanya.
Sementara Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi Arif Budimanta sebelumnya memproyeksikan ekonomi nasional pada kuartal IIi akan bangkit. Ini tercermin beberapa indikator yang mulai tumbuh, dari kinerja industri manufaktur dan pertumbuhan kredit perbankan.
“PMI yang meningkat dari 39,1 pada bulan Juni menjadi 46,9 pada bulan Juli dan diharapkan bulan ini sudah bisa di atas 50. Jadi, mulai ada perbaikan pada bulan Juli lalu," ujarnya. (din/fin)