JAKARTA - Sebanyak 270 daerah akan menggelar Pilkada Serentak pada 9 Desember 2020 mendatang. Sejumlah wilayah masih berstatus zona merah. Terutama saat hari pencoblosan di TPS (tempat pemungutan suara).
"Syarat mutlak di Pilkada harus ada protokol kesehatan. Kami menjadikan penyelenggaraan Pilkada 2020 bukan harga mati," ujar Wakil Ketua Komisi II DPR RI Arwani Thomafi dalam sebuah diskusi virtual di Jakarta, Sabtu (25/7).
Menurutnya, penyelenggara harus memperhatikan kondisi setiap daerah. Khususnya TPS di zona merah. "Harus lebih detail per TPS. Apakah TPS ini memungkinkan untuk dilaksanakan atau tidak," ucapnya.
Waketum PPP itu menjelaskan sudah ada UU yang mengatur terkait penundaan Pilkada. Yakni apabila terjadi bencana alam dan non-alam. KPU, lanjutnya, tidak bisa memaksakan suatu daerah apabila memang tidak memungkinkan melaksanakan Pilkada.
"Jadi kekhawatiran itu sangat wajar. Saya kira KPU tidak bisa mamaksakan untuk melaksanakan pemungutan suara. Sehingga prioritas utama yang disepakati ketika menyelenggarakan Pilkada adalah penerapan protokol kesehatan secara ketat," terangnya.
Dia menyebut pelaksanaan Pilkada tahun ini merupakan inisiatif pemerintah. Menurutnya, pemerintah percaya diri memberikan jaminan dalam pelaksanaan Pilkada di tengah pandemi COVID-19. "Gugus Tugas menjamin penerapan protokol kesehatan dan praktiknya bisa dilakukan," urainya.
Hal senada disampaikan Komisioner Bawaslu RI Mochammad Afifudin. Dia memiliki catatan terkait simulasi pelaksanaan Pilkada 2020 yang digelar KPU beberapa waktu lalu. "Yang menjadi beban penyelenggara adalah terkait penerapan protokol kesehatan COVID-19," kata Afifudin.
Salah satunya soal antrean panjang pemilih. Menurutnya, hal ini terjadi akibat adanya pembagian sarung tangan kepada para calon pemilih. Hal ini menyebabkan timbulnya antrean. "Kalau dihitung, minimal itu 2 menit di TPS. Selain itu, ada indikasi pada antrean yang dibikin lebih dari 1 meter. Jadi cukup panjang," imbuhnya.
Sorotan lainnya adalah banyaknya penggunaan tisu di TPS usai mencuci tangan setelah pemakaian tinta. Menurutnya, kampanye ramah lingkungan juga harus diterapkan di TPS. "Saat simulasi banyak tisu yang dipakai dalam proses di TPS," urainya.
Pemakaian sarung tangan bagi penyandang disabilitas tunanetra juga menjadi catatan. Mereka kesulitan membaca jika menggunakan sarung tangan. "Jadi sarung tangan itu membuat mereka tidak bisa meraba dan membaca template yang ada di TPS," terang Afifudin. Selanjutnya, Bawaslu meminta agar NIK tidak dituliskan lengkap di dalam surat undangan C6. Sebab, hal itu bisa disalahgunakan oleh orang-orang tertentu.
Sementara itu, Komisioner KPU Ilham Saputra menyebut ada kepala daerah yang menggunakan bansos terkait pandemi COVID-19. Bansos itu dipakai sebagai sarana menyukseskan Pilkada 2020.
"Kami meminta Kemendagri dan Kemensos mengeluarkan aturan terkait hal itu. Modus yang digunakan adalah menempelkan gambar dan visi-misi para calon petahana tersebut. Ada beberapa orang. Tentu saja ini sudah harus dilakukan mitigasi," ujar Ilham.
Terlebih, kepala daerah incumbent juga memegang posisi sebagai Ketua Satgas Gugus Tugas Penanganan COVID-19 di wilayahnya. Selain itu, ada seorang gubernur yang kesulitan memberikan bansos ke masyarakat. Sebab, dia khawatir dicurigai. Karena posisinya juga sebagai ketua Satgas Gugus Tugas. "Padahal memberikan bansos itu kewajibannya sebagai ketua satgas," terang Ilham.
Dikatakan, harus ada aturan yang tegas. Misalnya boleh atau tidak menempelkan gambar apa pun pada bansos terkait COVID-19. "Tentu perlu ada aturan ketat terkait hal ini. Kemendagri atau Kemensos bisa membuat aturannya," pungkas Ilham.(rh/fin)