News

Kondisi Pandemi Buat Perut Bunyi

fin.co.id - 25/07/2020, 03:00 WIB

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

TAWANG – Dalam kondisi pandemi Covid-19 ini, roda perekonomian masyarakat harus tetap berputar. Maka dari itu, Pedagang Kaki Lima (PKL) di Taman Kota perlu diberikan ruang untuk berjualan dengan pengawasan.

Hal itu diungkapkan tokoh masyarakat H Noves Narayana, Ia menilai wajar jika PKL Taman Kota (Tamkot) menuntut keadilan. Pasalnya, di masa pandemi ini memperlihatkan ada keberpihakan pemerintah kepada pengusaha besar. “Ya jelas mereka marah kalau pasar modern boleh beroperasi sedangkan PKL dihalang-halang,” ungkapnya kepada Radar Tasikmalaya (Fajar Indonesia Network Grup), kemarin.

Keberadaan PKL secara umum memang diakuinya banyak terlihat seenaknya. Namun menjadi kewajiban pemerintah untuk menata mereka. “Kadang kan ada yang menghalangi ruang untuk jalan kaki,” ujarnya.

Langkah represif kepada PKL di masa pandemi ini, kata Noves, sama saja memunculkan konflik. Karena menurutnya tuntutan ekonomi mendorong mereka melakukan perlawanan. “Dalam kondisi normal saja bisa konflik, apalagi dalam situasi ekonomi yang sulit seperti sekarang. Artinya membuat perut mereka (PKL) bunyi,” ujarnya.

Maka dari itu, pemerintah juga harus memberi toleransi kepada PKL. Berikan mereka kesempatan melakukan aktivitas berjualan, termasuk di kawasan batu andesit. “Apalagi di masa pandemi ini, supaya perekonomian bisa terus bergerak,” katanya.

Kesempatan yang dimaksud, sambung Noves, bukan berarti membiarkan mereka seenaknya berjualan. Tetapi harus tertata supaya tidak mengganggu aktivitas warga baik dari segi tempat maupun waktu. “Misalkan boleh berjualan di rentang waktu petang sampai malam,” ujarnya.

Ini tentunya perlu pengawasan petugas untuk mengingatkan mereka supaya tetap tertib. Jangan sampai PKL membuka lapak secara permanen di satu lokasi. “PKL jangan sampai bandel juga,” terangnya.

Lanjut H Noves, tidak bisa dipungkiri PKL pun memberikan kemudahan bagi masyarakat. Karena harga jual produk yang mereka jual relatif murah dan mudah dijangkau. “Jadi ada positif dan negatifnya, tinggal negatifnya diminimalisir,” pungkasnya.

Sebelumnya, para Pedangang Kaki Lima (PKL) di seputaran batu andesit, Taman Kota mengadu ke DPRD Kota Tasikmalaya, Rabu (22/7). Mereka menuntut solusi untuk kelangsungan aktivitas usaha yang digeluti.

Saat audiensi di ruang rapat Badan Musyawarah (Banmus) itu, hadir Ketua Komisi II Andi Warsandi dan anggotanya Eki Wijaya, Murjani dan Muhammad Rijal Ar Sutadiredja, hadir pula Ketua Komisi III Bagas Suryono, Wakil Ketua Komisi I H Enjang Bilawini dan Sekretarisnya Anang Safaat.

Koordinator PKL Tamkot, Hendra Rosidin mengungkapkan keinginan para PKL andesit untuk bisa berjualan dengan tenang. Padahal mereka sudah berupaya setertib mungkin dan tidak memasang lapak permanen. "Kami hanya berdagang pukul 16.30 sampai 22.00," ungkapnya.

Jika memang pemerintah peduli dan PKL andesit perlu ditata, pihaknya siap untuk mengikuti arahan. Asalkan masih berada di lingkungan Taman Kota karena berkaitan dengan jarak dan penghasilan pedagang.

"Kami ini PKL Taman Kota, kalau kami dipindah ke tempat lain Taman Kota juga harus dipindah, " ujarnya.

Rekannya sesama pedagang, Diki Ahmad menyebutkan bahwa tidak ada rambu larangan berjualan di sekitar Taman Kota. Maka dari itu, dia dan rekan-rekannya bisa melakukan aktivitas berjualan. "Kami tidak melihat ada larangan di situ, " katanya.

Lanjut Diki, pemerintah harus berlaku adil dalam memperlakukan warganya. “Sejak awal pandemi Covid-19, PKL dilarang berjualan sementara pasar modern masih bisa beroperasi. Dan kami pun bukan ingin melawan aturan, tapi kami punya tuntutan ekonomi yang harus dipenuhi," katanya. (rga)

Admin
Penulis
-->