News . 20/07/2020, 01:05 WIB
JAKARTA - Keterlibatan sejumlah jenderal lulusan Akpol Akpol 1991 dalam memberikan keistimewaan buronan kelas kakap Joko Tjandra telah mencoreng nama besar Polri. Persekongkolan jahat ini pun akhirnya bermuara pada pemecatan dan proses pidana. Pemerintah khususnya Menkopolhukam Mahfud MD diharapkan bisa membentuk Tim Pencari Fakta untuk mendalami kasus ini.
Ya, kedua jenderal Akpol 91 yang begitu kental dalam berkolaborasi itu yaknia Brigjen Nugroho Slamet Wibowo (51) dan Prasetijo Utomo (50). ”Kenapa kedua jenderal Akpol 91 ini nekat mempertaruhkan harga diri dan jabatannya hanya untuk melindungi buronan Joko Tjandra,” terang Ketua Presedium IPW Neta S. Pane kepada Fajar Indonesia Network (FIN), Minggu (19/7).
Padahal, sambung Neta, teman satu angkatan mereka, Komjen Listyo Sigit Prabowo menjabat sebagai Kabareskrim. Bersamaan dengan itu, saat ini sedikitnya ada 13 jenderal dari Akpol 91 yang memegang jabatan strategis di Polri.
Lulusan Akpol 91 ada sebanyak 123 orang. Di urutan pertama Batalyon Bhara Daksa 91 itu terdapat nama K Yani Sudarto kelahiran September 1969 dan urutan terakhir adalah Krishna Murti kelahiran Januari 1970.
Sementara dua brigjen yang terkena kasus Joko Tjandra, Brigjen Nugroho Wibowo berada di urutan 81 dan Brigjen Prasetijo Utomo di urutan 53, sementara Kabareskrim Sigit menempati urutan 84.
”Begitu banyak Akpol 91 di posisi strategis, kenapa kedua brigjen itu tega mencoreng citra Promoter Polri. Akibat ulah kedua jenderal Akpol 91 ini, harkat dan martabat Bangsa Indonesia mereka gadaikan,” timpalnya.
Polri telah dijadikan agunan oleh kedua jenderal Polri ini untuk kepentingannya. Kasus ini benar benar memprihatinkan dan sangat memilukan.
”IPW mendesak kasus ini diusut tuntas. Harus diurai anatomi kasusnya. Apakah di belakang kedua jenderal alumni Akpol 91 ini ada orang besar dan ini yang harus diusut tuntas agar orang tsb bisa diseret keluar dan diadili,” timpalnya.
Selain itu harus diungkap pula apa alasan dari kedua jenderal Akpol 91 itu mencabut red notice buronan Djoko Soegiharto Tjandra, hingga buronan tersebut bebas keluar-masuk Indonesia. Apakah ada gratifikasi atau hal lain.
”Untuk mengusut tuntas kasus ini Polri jangan dibiarkan bekerja sendiri. Sebab promoternya akan sangag diragukan dan tidak mungkin jeruk makan jeruk,” harapnya.
Untuk itu Presiden Jokowi perlu membentuk Tim Pencari Fakta Independen atau minimal memerintahkan Menkopolhukam Mahfud MD memimpin penyelidikan kasus Joko Tjandra ini.
”Dengan demikian Mahfud bisa meneliti dan berkoordinasi dengan Polri terkait pencabutan red notice buronan kelas kakap Indonesia tersebut,” terangnya.
IPW meyakini bahwa jenderal Polri yang terlibat dalam persekongkolan jahat melindungi Joko Tjandra itu memiliki kepentingan sendiri maupun kepentingan oknum lain hingga harus mencabut red notice buronan Djoko Tjandra dari Interpol dan memberi keistimewaan lain pada buronan kakap itu.
”Kasus ini harus segera dituntaskan karena di luar negeri saat ini masih ada 38 buronan lain, seperti Joko Tjandra. Jangan sampai ke 38 buronan ini kembali berkolusi dengan para jenderal polisi untuk mendapatkan keistimewaan dan karpet merah,” pungkas Neta.
Untuk diketahui Kapolri Jenderal Pol Idham Azis mencopot Irjen Pol Napoleon Bonaparte dari jabatan Kadiv Hubinter Polri dan Brigjen Pol Nugroho Slamet Wibowo dari jabatan Sekretaris NCB Interpol Indonesia. ”Iya, benar (dicopot, red))," trang Jenderal Idham.
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com